Rabu, 13 Juni 2012

Appendiks


Appendiks

By Sudiyatmo, MD
(Sumber : Schwartz Manual Surgery 8ed, Norton Essential Practice of Surgery : Basic Sicence and Clinical Evidence, Maingot’s Abdominal Operations, Bailey & Loves Short Practice of Surgery 25ed)

Anatomi dan Fisiologi
Panjang appendiks bervariasi dari 1 cm hingga 30 cm, panjang rata-rata 6-9 cm. Letak ujung distal appendiks bervariasi di kuadran kanan bawah; dapat di retrosekal, pelvis, subsecal, preileal, atau pericolica kanan. Pangkal appendiks dapat teridentifikasi melalui pertemuan tiga taenia coli yang berjalan secara longitudinal pada sekum (taenia mesocolica, taenia libera dan taenia omentalis).


Appendiks menerima suplai darah dari arteri appendicularis dari arteri ileocolica, cabang dari mesenterica superior. Innervasi dari appendiks berasal dari; component simpatik yang berasal dari plexus mesentericus superior (T10-L1), saraf afferent dari komponen parasimpatik yang berasal dari  nervus vagus. Appendiks merupakan organ yang terlibat dalam sistem imun, terutama dalam sekresi IgA. Appendiks juga bagian dari sistem gut-associated lymphoid tissue (GALT). Namun demikian fungsinya dalam sistem imun tidak begitu penting, sehingga prosedur appendectomy tidak berhubungan dengan imunocompromise di kemudian hari.




Appendisitis akut
Etiologi dan pathogenesis
Dahulu dianggap obstruksi pada appendisitis akut disebabkan oleh adanya fekalit.  Lebih jauh pernyataan tersebut dianggap sebagai dogma, karena pada kasus tidak adanya fekalit penyebab obstruksi disebabkan oleh hiperplasi kelenjar limfoid pada mukosa dan submukosa. Pada kasus yang lebih jarang obstruksi dapat disebabkan oleh neoplasma (carcinoma atau tumor carcinoid).
Dalam perkembangannya appendisitis akut diawali dengan obstruksi lumen, sehingga produksi cairan dan mucus dalam lumen appendiks yang terus menerus akan meningkatkan tekanan interlumen dan distensi appendiks. Distensi pada appendiks akan merangsang ujung-ujung saraf afferent visceral dan menimbulkan nyeri yang bersifat tumpul, diffuse, dan samar pada epigastrium atau mid-abdomen (nyeri visceral). Distensi sendiri juga akan memicu mual dan muntah serta penurunan nafsu makan (anoreksia). Peningkatan tekanan intralumen akan menghambat aliran balik vena dan sistem limfatik yang terletak di lapisan submukosa, sebagai bagian yang lemah, seterusnya akan meningkatkan tekanan dinding appendiks dan akan menghambat aliran darah pada kapiler sehingga terjadi iskemik mukosa.  Pada akhirnya pertumbuhan bakteri dalam lumen dan invasi bakteri ke dalam lapisan mukosa dan submukosa akan memicu terjadinya respon inflamasi lebih lanjut, edema, stasis vascular, dan nekrosis pada lapisan muscular. Sehingga berlanjut dengan perforasi. Menurut banyak penelitian waktu rata-rata dari onset klinis menjadi perforasi adalah 64 jam.
Adanya perubahan lokal pada appendiks akan menimbulkan perubahan respon inflamasi secara regional yang dimediasi oleh mesothelium dan pembuluh darah pada peritoneum parietal dan lapisan serosa. Kejadian ini akan memicu terbentuknya walled-off dan abses periappendiks. Jika respon regional tidak mampu membatasi berkembangnya phlegmon, maka perforasi appendiks akan menyebar ke dalam rongga peritoneum dan memicu penyebaran peritonitis.

Bakteriologi
            Sebagian besar bakteri pada appendiks, baik appendisitis akut maupun appendisitis perforasi adalah Escherichia coli dan Bacteroides fragilis. Appendisitis merupakan infeksi polimikrobial baik oleh kuman fakultatif atau kuman anaerob lainnya.

            Kultur tidak umum dikerjakan pada pasien appendisitis, bahkan pada appendisitis perforasi. Karena normalnya pasien telah sembuh dan bebas kuman setelah hasil kultur selesai. Namun kultur dianjurkan pada pasien immunosuppresan dan pasien yang mengalami abses pasca terapi appendisitis. Pada appendisitis tanpa perforasi, penggunaan antibiotik terbatas 24-48 jam, dan untuk appendisitis perforasi, pemakaian antibiotik dianjurkan hingga 7-10 hari atau sampai angka leukosit normal dan pasien bebas dari demam.

Manifestasi Klinis
Symtoms (gejala)
            Nyeri perut merupakan keluhan utama. Secara klasik gejala berawal dari nyeri diffuse pada bagian tengah abdomen atau lower epigastrium atau area umbilical berupa  crampy (colicky) abdominal pain, nyeri dengan intensitas sedang (moderate) kadang disertai “intermittent cramping” (kesemua gejala ini disebut nyeri visceral). Setelah periode 4-12 jam nyeri akan berpindah dan menetap ke kanan bawah abdomen (nyeri somatic).
            Nyeri visceral merupakan respon dari tunika muskularis akibat adanya obstruksi.  Nyeri yang berawal dari tengah abdomen, hal ini dikarenakan appendiks yang berkembang dari midgut, sebuah struktur embryonik dengan inervasi saraf afferen T10. Pada nyeri visceral, nyeri tidak dipengaruhi makanan ataupun perubahan posisi.
Kemudian sebagai akibat dari peningkatan tekanan intralumen yang berlanjut menjadi edema dan bagian iskemik makan nyeri akan menetap. Nyeri menjadi terlokalisir bahkan terkadang dapat ditunjuk oleh satu jari pasien. Sering disertai rasa mual dan penurunan nafsu makan, sangat jarang pasien appendisitis dengan nafsu makan yang normal.

Sign (tanda)
Pasien dengan appendisits akut umumnya lebih suka dalam posisi berbaring dan menghindari melakukan gerakan, karena perubahan posisi dapat menambah intensitas nyeri. Nyeri klasik pada appendisitis dapat terjadi jika ujung appendiks berada pada posisi anterior. Tenderness maksimal dapat dirasakan pada titik Mcburney, dan umumnya disertai rebound tenderness. Rovsing sign merupakan nyeri pada kuadran kanan bawah saat dilakukan penekanan pada kuadran kiri bawah, juga mengindikasikan adanya rangsangan peritoneal.  Sementara defans muscular akan parallel dengan tingkat keparahan reaksi inflamasi.
Perlu diingat bahwa variasi anatomi dari lokasi appendiks akan menyebabkan adanya variasi pada temuan klinis. Psoas sign menunjukkan adanya rangsangan appendiks pada otot tersebut. Tes ini dilkukan dengan extensi paha kanan melawan, tes positif jika terasa nyeri. Obturator sign dilakukan dengan melakukan pasif internal rotasi pada paha kanan. Adanya nyeri mengindikasikan iritasi pada pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur nyeri dapat terjadi saat menyentuh bagian anterior, hal ini terjadi terutama pada appendiks yang berada di pelvis.

Pemeriksaan Laboratorium
            Pemeriksaan laboratorium rutin cukup membantu dalam penegakan diagnosa appendisitis akut. Leukositisis dapat bervariasi 10.000-18.000/mm3 dengan dominasi leukosit polimorfonuklear. Perlu diwaspadai telah terjadi appendisitis perforasi jika angka leukosit melebihi 18.000/mm3. Urinalisa termasuk bagian dari pemeriksaan rutin yang bertujuan untuk menyingkirkan sebab infeksi lain ataupun menyingkirkan adanya kemungkinan piuria atau bakteriuria sebagai penyebab nyeri abdomen bagian bawah. Pada pasien wanita, β-HCG serum harus dipikirkan untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan.

Pemeriksaan Rontgen
            Pemeriksaan plain foto abdomen,  walaupun merupakan bagian dari pemerksaan rutin untuk akut abdomen, namun tidak banyak membantu dalam penegakan diagnosa appendisitis akut. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyabab yang lain. Pada pemeriksan plain foto abdomen jarang terlihat adanya gambaran fekalit, jika ada maka akan sangat membantu dalam mengarahkan diagnose appendisitis.
            Pemerikssan ultrasonografi (USG) belakangan ini telah dianjurkan sebagai alat bantu dalam penegakan diagnosa, disamping pengerjaannya yang murah, mudah dan cepat, dapat pula dikerjakan pada pasien hamil.  Penilaian appendisitis melalui (USG) berupa adanya ;
1. Penebalan dinding appendiks dengan lapisan appendiks yang abnormal (“target” sign), 2. loss of wall compressibility, 3. Meningkatnya echogenitas pada jaringan atau lemak disekitar appendiks. Telah dilaporkan dalam berbagai penelitian bahwa sentifitas USG untuk appendisitis akut berkisar 55-96% dan spesifisitas 85-98%.  Disamping itu pemeriksaan USG juga sebagai modalitas diagnostik yang cukup penting pada pasien wanita untuk melihat adanya penyebab nyeri abdomen yang lain. Saat penyebab gnekologis sulit untuk disingkirkan, USG intravaginal akan lebih banyak membantu.


            Pemeriksaan Computerized tomography (CT) merupakan gold-standart diagnostic non-invasive appendisitis akut. CT scan dapat mendeteksi massa inflamasi (periappendiceal abcess). Dengan CT scan akan terlihat appendiks yang mengalami dilatasi dengan penebalan dinding, disertai dengan penebalan mesoappendiks, ada tidaknya fekalit.  Tingkat sensitifitas CT scan berkisar 92–97%, spesifisitas 85–94%, akurasi 90–98%, dan 75–95% positive dan 95–99 % negative predictive values.




Appendisitis Perforasi
            Resiko perforasi secara keseluruhan sebesar 25,8%, resiko meningkat pada anak-anak 45% dan orang tua 51%.  Tidak ada metode yang akurat untuk mengukur kapan terjadinya perforasi ataupun meredanya proses inflamasi pada appendicitis. Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa observasi dan terapi antibiotik saja tanpa operasi dapat mengobati appendicitis akut. Namun tindakan ini dapat meningkatkan tingkat morbiditas dan mortalitas di kemudian hari. Karena tingginya tingkat rekurensi maka terapi antibiotik saja tidak dianjurkan pada pasien appendisitis akut.
            Appendisitis perforasi harus dicurigai pada kedaan : adanya demam > 39°C dan angka leukosit melebihi 18.000/mm3.  Peritonitis diffusa akan terjadi jika proses walling-off tidak mampu membendung proses perforasi. 2-6% kasus dapat terjadi phlegmon atau abses periappendiks. Pada kondisi ini terapi dilakukan dengan pemberian antibiotik intravena. Pada kondisi abses yang lebih kompleks, dapat dipertimbangkan melakukan drainase perkuaneus atau surgical drainase. Tindakan appendiktomi baru dikerjakan 6 minggu kemudian.

Diagnosa Banding Appendisitis
            Walaupun tidak sulit untuk menegakkan diagnose appendicitis akut, namun diagnosa banding harus selalu diingat. Lebih sulit lagi menegakkan diagnose pada pasien wanita, karena keluhan gnikologis dapat menyerupai gejala appendicitis. Oleh karena itu riwayat menstruasi harus menjadi bagian dari fokus anamnesa.


Diagnosa Banding pada Anak-anak
Penyakit yang umum muncul pada anak-anak adalah acute gastroenteritis dan mesenteric lymphadenitis. Pada mesenteric lymphadenitis nyeri berupa nyeri kolik dan KGB servikal dapat membesar. Sulit membedakan antara appendisitis akut dengan Meckel’s diverticulitis. Nyeri yang sama, namun lokasi nyeri dapat lebih ke sisi medial atau sisi kiri abdomen.
Sangat penting membedakan antara appendisitis akut dengan invaginasi pada anak. Appendisitis tidak umum terjadi pada anak yang berusia < 2 tahun.Dimana umur rata-rata invaginasi pada anak adalah 18 bulan.Dapat teraba masa pada sisi kanan abdomen.

Diagnosa Banding pada Wanita Dewasa
Pada wanita yang telah mempunyai anak, gejala kelainan pada organ-organ pelvis dapat menyerupai appendisitis. Anamnesa yang cermat tentang status gnekologi harus diperhatikan pada tiap pasien wanita dewasa yang dicurigai appendisitis. Status menstruasi, ada tidaknya vaginal discharge atau kemungkinan hamil. Diagnosa banding yang paling mirip dengan appendisitis adalah pelvicinflammatory disease (PID), Mittelschmerz, torsi ovarium, kista ovarium terpuntir, dan kehamilan ektopik.

 
to be continue...