Appendiks
By
Sudiyatmo, MD
(Sumber
: Schwartz Manual Surgery 8ed, Norton Essential Practice of Surgery : Basic
Sicence and Clinical Evidence, Maingot’s Abdominal Operations, Bailey & Loves Short Practice of Surgery 25ed)
Anatomi dan Fisiologi
Panjang
appendiks bervariasi dari 1 cm hingga 30 cm, panjang rata-rata 6-9 cm. Letak
ujung distal appendiks bervariasi di kuadran kanan bawah; dapat di retrosekal,
pelvis, subsecal, preileal, atau pericolica kanan. Pangkal appendiks dapat
teridentifikasi melalui pertemuan tiga taenia coli yang berjalan secara
longitudinal pada sekum (taenia mesocolica, taenia libera dan taenia omentalis).
Appendiks
menerima suplai darah dari arteri appendicularis dari arteri ileocolica, cabang
dari mesenterica superior. Innervasi dari appendiks berasal dari; component
simpatik yang berasal dari plexus mesentericus superior (T10-L1), saraf
afferent dari komponen parasimpatik yang berasal dari nervus vagus. Appendiks merupakan organ yang
terlibat dalam sistem imun, terutama dalam sekresi IgA. Appendiks juga bagian
dari sistem gut-associated lymphoid tissue (GALT). Namun demikian fungsinya
dalam sistem imun tidak begitu penting, sehingga prosedur appendectomy tidak
berhubungan dengan imunocompromise di kemudian hari.
Appendisitis akut
Etiologi
dan pathogenesis
Dahulu dianggap obstruksi pada appendisitis
akut disebabkan oleh adanya fekalit.
Lebih jauh pernyataan tersebut dianggap sebagai dogma, karena pada kasus
tidak adanya fekalit penyebab obstruksi disebabkan oleh hiperplasi kelenjar
limfoid pada mukosa dan submukosa. Pada kasus yang lebih jarang obstruksi dapat
disebabkan oleh neoplasma (carcinoma atau tumor carcinoid).
Dalam perkembangannya appendisitis akut
diawali dengan obstruksi lumen, sehingga produksi cairan dan mucus dalam lumen
appendiks yang terus menerus akan meningkatkan tekanan interlumen dan distensi appendiks.
Distensi pada appendiks akan merangsang ujung-ujung saraf afferent visceral dan
menimbulkan nyeri yang bersifat tumpul, diffuse, dan samar pada epigastrium
atau mid-abdomen (nyeri visceral). Distensi sendiri juga akan memicu mual dan
muntah serta penurunan nafsu makan (anoreksia). Peningkatan tekanan intralumen
akan menghambat aliran balik vena dan sistem limfatik yang terletak di lapisan
submukosa, sebagai bagian yang lemah, seterusnya akan meningkatkan tekanan
dinding appendiks dan akan menghambat aliran darah pada kapiler sehingga
terjadi iskemik mukosa. Pada akhirnya
pertumbuhan bakteri dalam lumen dan invasi bakteri ke dalam lapisan mukosa dan
submukosa akan memicu terjadinya respon inflamasi lebih lanjut, edema, stasis
vascular, dan nekrosis pada lapisan muscular. Sehingga berlanjut dengan
perforasi. Menurut banyak penelitian waktu rata-rata dari onset klinis menjadi
perforasi adalah 64 jam.
Adanya perubahan lokal pada appendiks
akan menimbulkan perubahan respon inflamasi secara regional yang dimediasi oleh
mesothelium dan pembuluh darah pada peritoneum parietal dan lapisan serosa.
Kejadian ini akan memicu terbentuknya walled-off dan abses periappendiks. Jika
respon regional tidak mampu membatasi berkembangnya phlegmon, maka perforasi appendiks
akan menyebar ke dalam rongga peritoneum dan memicu penyebaran peritonitis.
Bakteriologi
Sebagian besar
bakteri pada appendiks, baik appendisitis akut maupun appendisitis perforasi
adalah Escherichia coli dan Bacteroides fragilis. Appendisitis merupakan
infeksi polimikrobial baik oleh kuman fakultatif atau kuman anaerob lainnya.
Kultur
tidak umum dikerjakan pada pasien appendisitis, bahkan pada appendisitis
perforasi. Karena normalnya pasien telah sembuh dan bebas kuman setelah hasil
kultur selesai. Namun kultur dianjurkan pada pasien immunosuppresan dan pasien
yang mengalami abses pasca terapi appendisitis. Pada appendisitis tanpa
perforasi, penggunaan antibiotik terbatas 24-48 jam, dan untuk appendisitis
perforasi, pemakaian antibiotik dianjurkan hingga 7-10 hari atau sampai angka
leukosit normal dan pasien bebas dari demam.
Manifestasi
Klinis
Symtoms (gejala)
Nyeri
perut merupakan keluhan utama. Secara klasik gejala berawal dari nyeri
diffuse pada bagian tengah abdomen atau lower epigastrium atau area umbilical berupa
crampy (colicky)
abdominal pain, nyeri dengan intensitas sedang
(moderate) kadang disertai “intermittent cramping” (kesemua gejala ini disebut
nyeri visceral). Setelah periode 4-12 jam nyeri akan berpindah dan menetap ke
kanan bawah abdomen (nyeri somatic).
Nyeri
visceral merupakan respon dari tunika muskularis akibat adanya obstruksi. Nyeri yang berawal dari tengah abdomen, hal
ini dikarenakan appendiks yang berkembang dari midgut, sebuah struktur
embryonik dengan inervasi saraf afferen T10. Pada nyeri visceral, nyeri tidak
dipengaruhi makanan ataupun perubahan posisi.
Kemudian sebagai akibat dari peningkatan tekanan
intralumen yang berlanjut menjadi edema dan bagian iskemik makan nyeri akan
menetap. Nyeri menjadi terlokalisir bahkan terkadang dapat ditunjuk oleh satu
jari pasien. Sering disertai rasa mual dan penurunan nafsu makan, sangat jarang
pasien appendisitis dengan nafsu makan yang normal.
Sign (tanda)
Pasien dengan appendisits akut umumnya lebih
suka dalam posisi berbaring dan menghindari melakukan gerakan, karena perubahan
posisi dapat menambah intensitas nyeri. Nyeri klasik pada appendisitis dapat
terjadi jika ujung appendiks berada pada posisi anterior. Tenderness maksimal dapat
dirasakan pada titik Mcburney, dan umumnya disertai rebound tenderness. Rovsing sign merupakan nyeri pada
kuadran kanan bawah saat dilakukan penekanan pada kuadran kiri bawah, juga
mengindikasikan adanya rangsangan peritoneal.
Sementara defans muscular akan parallel dengan tingkat keparahan reaksi inflamasi.
Perlu
diingat bahwa variasi anatomi dari lokasi appendiks akan menyebabkan
adanya variasi pada temuan klinis. Psoas
sign menunjukkan adanya rangsangan appendiks pada otot tersebut. Tes ini
dilkukan dengan extensi paha kanan melawan, tes positif jika terasa nyeri. Obturator sign dilakukan dengan
melakukan pasif internal rotasi pada paha kanan. Adanya nyeri mengindikasikan
iritasi pada pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur nyeri dapat terjadi saat
menyentuh bagian anterior, hal ini terjadi terutama pada appendiks yang berada
di pelvis.
Pemeriksaan
Laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium rutin cukup membantu dalam penegakan diagnosa appendisitis akut.
Leukositisis dapat bervariasi 10.000-18.000/mm3 dengan dominasi leukosit
polimorfonuklear. Perlu diwaspadai telah terjadi appendisitis perforasi jika angka
leukosit melebihi 18.000/mm3. Urinalisa termasuk bagian dari pemeriksaan rutin
yang bertujuan untuk menyingkirkan sebab infeksi lain ataupun menyingkirkan
adanya kemungkinan piuria atau bakteriuria sebagai penyebab nyeri abdomen
bagian bawah. Pada pasien wanita, β-HCG serum harus dipikirkan untuk
menyingkirkan kemungkinan kehamilan.
Pemeriksaan
Rontgen
Pemeriksaan plain
foto abdomen, walaupun merupakan bagian
dari pemerksaan rutin untuk akut abdomen, namun tidak banyak membantu dalam
penegakan diagnosa appendisitis akut. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan penyabab yang lain. Pada pemeriksan plain foto
abdomen jarang terlihat adanya gambaran fekalit, jika ada maka akan sangat
membantu dalam mengarahkan diagnose appendisitis.
Pemerikssan
ultrasonografi (USG) belakangan ini telah dianjurkan sebagai alat bantu dalam
penegakan diagnosa, disamping pengerjaannya yang murah, mudah dan cepat, dapat
pula dikerjakan pada pasien hamil. Penilaian appendisitis melalui (USG) berupa
adanya ;
1. Penebalan dinding appendiks dengan lapisan
appendiks yang abnormal (“target” sign), 2. loss of wall
compressibility, 3. Meningkatnya echogenitas pada jaringan atau
lemak disekitar appendiks. Telah dilaporkan dalam berbagai penelitian bahwa
sentifitas USG untuk appendisitis akut berkisar 55-96% dan spesifisitas 85-98%.
Disamping itu pemeriksaan USG juga
sebagai modalitas diagnostik yang cukup penting pada pasien wanita untuk
melihat adanya penyebab nyeri abdomen yang lain. Saat penyebab gnekologis sulit
untuk disingkirkan, USG intravaginal akan lebih banyak membantu.
Pemeriksaan Computerized
tomography (CT) merupakan gold-standart diagnostic
non-invasive appendisitis akut. CT scan dapat mendeteksi massa inflamasi
(periappendiceal abcess). Dengan CT scan akan terlihat appendiks yang mengalami
dilatasi dengan penebalan dinding, disertai dengan penebalan mesoappendiks, ada
tidaknya fekalit. Tingkat sensitifitas CT scan berkisar 92–97%,
spesifisitas 85–94%, akurasi 90–98%, dan 75–95% positive dan 95–99 % negative
predictive values.
Appendisitis Perforasi
Resiko perforasi secara keseluruhan
sebesar 25,8%, resiko meningkat pada anak-anak 45% dan orang tua 51%. Tidak ada metode yang akurat untuk mengukur
kapan terjadinya perforasi ataupun meredanya proses inflamasi pada appendicitis.
Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa observasi dan terapi antibiotik saja
tanpa operasi dapat mengobati appendicitis akut. Namun tindakan ini dapat
meningkatkan tingkat morbiditas dan mortalitas di kemudian hari. Karena
tingginya tingkat rekurensi maka terapi antibiotik saja tidak dianjurkan pada
pasien appendisitis akut.
Appendisitis perforasi harus
dicurigai pada kedaan : adanya demam > 39°C dan angka leukosit melebihi
18.000/mm3. Peritonitis diffusa akan
terjadi jika proses walling-off tidak
mampu membendung proses perforasi. 2-6% kasus dapat terjadi phlegmon atau abses
periappendiks. Pada kondisi ini terapi dilakukan dengan pemberian antibiotik intravena.
Pada kondisi abses yang lebih kompleks, dapat dipertimbangkan melakukan drainase
perkuaneus atau surgical drainase. Tindakan appendiktomi baru dikerjakan 6
minggu kemudian.
Diagnosa Banding Appendisitis
Walaupun tidak sulit untuk
menegakkan diagnose appendicitis akut, namun diagnosa banding harus selalu
diingat. Lebih sulit lagi menegakkan diagnose pada pasien wanita, karena
keluhan gnikologis dapat menyerupai gejala appendicitis. Oleh karena itu riwayat
menstruasi harus menjadi bagian dari fokus anamnesa.
Diagnosa Banding pada Anak-anak
Penyakit yang umum muncul pada anak-anak adalah acute gastroenteritis dan mesenteric lymphadenitis. Pada mesenteric lymphadenitis nyeri berupa nyeri kolik dan KGB servikal dapat membesar. Sulit membedakan antara appendisitis akut dengan Meckel’s diverticulitis. Nyeri yang sama, namun lokasi nyeri dapat lebih ke sisi medial atau sisi kiri abdomen.
Sangat penting membedakan antara appendisitis akut dengan invaginasi pada anak. Appendisitis tidak umum terjadi pada anak yang berusia < 2 tahun.Dimana umur rata-rata invaginasi pada anak adalah 18 bulan.Dapat teraba masa pada sisi kanan abdomen.
Diagnosa Banding pada Wanita Dewasa
Pada wanita yang telah mempunyai anak, gejala kelainan pada organ-organ pelvis dapat menyerupai appendisitis. Anamnesa yang cermat tentang status gnekologi harus diperhatikan pada tiap pasien wanita dewasa yang dicurigai appendisitis. Status menstruasi, ada tidaknya vaginal discharge atau kemungkinan hamil. Diagnosa banding yang paling mirip dengan appendisitis adalah pelvicinflammatory disease (PID), Mittelschmerz, torsi ovarium, kista ovarium terpuntir, dan kehamilan ektopik.
to be continue...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar