Sumber :
Principles of Pediatric Surgery, James A. O’Neill, Jr et al.
Teratoma adalah suatu neoplasma yang merupakan derivat dari sel
totipotensial yang terdiri dari dua atau lebih lapisan sel germinal (ektoderm,
endoderm, and mesoderm). Teratoma dapat terjadi pada hampir semua organ tapi
lebih sering terjadi pada lokasi garis tengah (midline) atau para-aksial serta dapat dilihat dari otak hingga
koksikgeal. Tumor dapat dalam bentuk padat atau kista (terkadang bercampur),
dapat juga jinak (80%) atau ganas (20%), tersering ditemukan di leher,
orofaring, mediastinum anterior, retroperitoneum, serta regio gonad, presakral,
dan sakrokoksigeal. Berdasarkan laporan-laporan dari pusat kesehatan anak,
teratoma tersering terjadi pada masa neonatus dan lokasi tersering adalah di
sakrokoksigeal.
Marker Tumor
Protein serum fetal utama adalah AFP yaitu suatu alfa-globulin. Kadar
AFP sering kali meningkat pada bayi baru lahir normal dan mencapai kadar dewasa
pada usia 9 bulan. Setelah 4-5 hari reseksi tumor penghasil AFP, kadar AFP
kembali mendekati normal yang bertahan karena sintesis hati. Pengamatan kadar AFP pasca operasi harus dilakukan
karena berguna untuk deteksi dini rekurensi tumor. Plasenta adalah penghasil hCG
normal. Hormon glikoprotein yag terdiri dari sub unit α dan β. Pengukuran
immunoassay hCG subunit β lebih spesifik untuk hormon ini.
Manifestasi Klinis dan Tata Laksana
Teratoma koksigeal merupakan bentuk tumor neonatal dan teratoma
tersering. Dari seluruh teratoma, 50-70% berasal dari regio koksigeal. Dimana
80% terjadi pada perempuan dan 10% berasal dari kelahiran kembar. Sebagian
besar kasus baru terdiagnosis pada saat baru lahir (bulan pertama kehidupan)
dan kasus lainnya biasanya terlihat saat usia 4 tahun. Teratoma dapat dideteksi
dengan pemeriksaan ultrasound prenatal. Gejala klinis pada fetus dengan
teratoma dapat berupa polihidramnion dan perbesaran ukuran uterus yang tidak
sesuai dengan usia kehamilan.
Temuan klinis yang tinggi mortalitasnya adalah hidrops fetalis dan
plasentomegali. Kedua gejala ini merupakan manifestasi dari arterivenous shunting pada tumor.
Hidrops fetalis berhubungan dengan dilatasi ventrikel jantung, peningkatan
aliran darah aorta, dan dilatasi vena kava inferior. Tumor diklasifikasikan menurut
Altman dkk. Tumor tipe I kebanyakan eksternal, menempel pada koksik dan hanya
sedikit komponen presarkal (45,8%). Tumor tipe II terdapat massa eksternal dan
pemanjangan signifikan pelvis presarkal (34%). Tumor tipe III dapat dilihat
dari luar tapi sebagian besar massa terdapat dalam pelvis dan intra abdomen.
Gejala
Hampir
sebagian besar teratoma eksternal asimtomatis, kecuali jika massanya besar.
Ruptur pada tumor dapat terjadi akibat kesulitan saat proses melahirkan. Tumor
pelvis atau tumor yang meluas ke dalam ronga abdomen dapat bermanifestasi
berupa ko presi rektum atau rectosigmoid dan obstruksi saluran urinariuss.
Munculnya gejala disfungsi neurologi mengindikasikan perluasan tumor
intraspinal atau suatu kegansan. Kelainan-kelainan lain yang berhubungan dengan
tumor presarkal adalah malformasi anorektal berupa anus imperforata, stenosis
anorektal, agenesis anorektal, serta adanya kelainan spinal (The Currarino triad) berupa defek sakral
sentral, hemivertebrae sakral, dan meningokel sakrum dan koksikgeal.
Gambar 2. Klasifikasi teratoma sakrokoksigeal
Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
serologi AFP dan β-hCG, dan pemeriksaan radiografi lainnya. Pemriksaan foto
polos tumor dapat menujukkan suatu kalsifikasi dan pada foto lateral dapat
tampak pergeseran anterior rektum oleh tumor. Sakrum dapat muncul tidak normal
(hemihemivertebrae, agenesis). CT Scan pelvis dengan kontras intravena dan
rektal menunjukkan pergeseran traktus urinarius atau penyumbatan dan
memperlihatkan adanya tumor lebih akurat. CT scan juga dapat mengevaluasi
pembesaran nodus limfe peri aorta dan menujukkan jikat terdapat metasis hati.
MRI bermanfaat untuk diagnostik pada kasus abnormalitas sakral vertebrae atau
tumor yang meluas sampai medula spinalis. Rontgen thoraks dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan metastasi paru. Diagnosis banding tumor
sakrokoksigeal termasuk limfomeningokel, limfoma, kordoma, duplikasi rektal,
dan kista epideroid. Neuroblastoma juga dapat muncul pada area pre sakral.
Tatalaksana
Pilihan terapi untuk teratoma sakrokoksigeal adalah reseksi komplit.
Variasi pendekatan operatif tergantung
pada luas tumor. Pendekatan sakral posterior dibutuhkan untuk lesi tipe I dan
II, dimana prosedur abdominosakral kombinasi dibutuhkan untuk tumor tipe III
dan IV kecuali untuk kasus darurat yang sangat jarang yang berhubungan dengan
ruptur tumor, perdarahan eksternal, shunting intra tumor atau perdarahan yang
dapat mempengaruhi hemodinamik neonatus dengan sangat buruk. Tumor dapat
direseksi dengan operasi elektif pada minggu pertama kehidupan.
Pada pasien dengan tumor eksternal, prosedur dilakukan dengan posisi pronasi
(knee chest) dengan bantuan pinggul
dan bahu supaya ekspansi dada anterior adekuat selama anastesi. Prosedur
dilaksanakan dengan insisi chevron terbalik
(inverted chevron) dengan apeks di
posisikan di atas dasar teratoma. Insisi memungkinkan paparan yang sangat baik
dan memungkinkan penutupan luka jauh dari orifisium anal. Setelah mengangkat
kulit dari tumor, otot rekto rektal yang telah dilemaskan harus diidentifikasi
secara hati-hati. Massa diimobilisasi dekat dengan kapsulnya dan hemostasis
dijaga dengan elektrokauter. Pembuluh darah utama pada tumor biasanya
berkembang dari arteri primitif mid-sakral atau dari arteri cabang hipogastrik.
Setelah pemisahan koksik dari sakrum, pembuluh dapat diobservasi melewati ruang
pre sakral anterior ke koksikgeal. Pada lesi dengan vaskularisasi yang banyak,
ligasi pembuluh trans abdominal atau oklusi vaskluar sementara pada aorta
bagian bawah disebutkan dapat mengurangi perdarahan selama diseksi pre sakral
dan pelvis. Otot recto-rectal disambung kembali dan otot levator disambung ke
bagian superior untuk menaikkan dan menunjang rektum. Kateter suction kecil
dipasang pada ruang rekto rektal dan pre sakral dan ditempatkan di bagian
lateral luka. Luka ditutp lapis demi lapis dengan jahitan interrupted yang dapat diserap. Penutup diletakkan di atas luka
untuk menghindari kontaminasi feses. Pasien tetap dalam posisi telungkup selama
beberapa hari untuk mempertahankan kebersihan luka. Pada bayi dengan tumor
sakrokoksigeal tipe III dan IV kombinasi prosedur abdominal dan perineal
dilaksanakan. Dimulai dari insisi laparotomi transversal pada abdomen bawah
untuk memobilisasi seluruh bagian tumor yang ada di abdomen dan untuk
mengontrol suplai darah. Luka abdomen ditutup dan pasien dibalikkan dan
diposisikan pada posisi telungkup untuk prosedur bagian sakral.
Komplikasi tersering dari insisi teratoma sakrokoksigeal adalah
perdarahan intra operatif. Reseksi teratoma dengan perluasan intra pelvis dan
intra peritoneal berhubungan dengan retensi urine temporer atau persiten pada periode
post operatif dengan kesulitan menahan buang air besar. Penyebab utama
mortalitas adalah syok hemoragik.
Terapi Adjuvan
Hampir seluruh teratoma sakrokoksigeal pada bayi baru lahir adalah
teratoma benigna (97%) dan membutuhkan terapi lain setelah reseksi komplit.
pada saat ini angka harapan hidup >95% pasien dimonitor secara periodik
dengan menggunakan kadar AFP, foto thoraks, dan pemeriksaan fisik teliti dengan
pemeriksaan yang dipusatkan pada anus.Pada kasus yang sangat jarang tumor jinak
yang sudah direseksi atau diangkat dapat berhubungan dapat menjadi keganasan
berulang.. Insiden keganasan pada lesi sakrokoksigeal adalah 20% dan termasuk
karsinoma embrional tumor sinus endodermal, tumor sel germinal, dan
koriokarsinoma. Tumor ganas diterapi dengan kemoterapi adjuvan. Obat kemo
neoplastik yang paling aktif adalah cisplastin, bleomisin, dan vinblastin.
Walaupun teratoma ganas memiliki prognosis buruk pada masa lalu laporan terkini
menyebutkan harapan hidup setelah pemberian kemoterapi intensif. Setelah
spesimen biopsi diambil untuk menentukan keganasan, pasien diterapi dengan
kemoterapi kombinasi. Kadar AFP, CT Scan dan Rontgen thoraks dimonitor ketat
jika respon tumor baik, reseksi tumor dapat dicoba. Reseksi komplit mungkin
dilakukan setelah kemoterapi, gambaran histologis tumor sering menjadi teratoma
benigna menggambarkan hasil destruksi komponen maligna dari kemoterapi.