Sumber :
Principles of Pediatric Surgery, James A. O’Neill, Jr et al.
Neuroblastoma merupakan tumor embrional yang berasal dari neural crest pada saraf simpatis, meliputi otak, leher (3%),
mediastinum (20%), gangglion parasimpatis di paraaorta (24%), pelvis (3%) dan
medula adrenalis (50%). Lebih dari 25% kasus terdiagnosa sebelum usia 1 tahun,
50% kasus sebelum 2 tahun dan 90% sebelum usia 8 tahun. Alkohol sebagai
teratogen, pada wanita hamil yang mengkonsumsi alkohol dapat terjadi carcinoma
adrenal. Metabolit tumor pada janin akan menimbulkan gejala hipertensi,
berkeringat, nyeri kepala, dan palpitasi pada ibu.
Sel – sel neuroblastoma mensekresikan banyak produk,
termasuk hormon vasoactive intestinal polypeptida
(VIP) dan substansi vasoaktif lain
seperti katekolamin homovanilic acis (HVA).
Manifestasi
Klinik
Gejala
neuroblastoma sangat bervariasi berdasarkan lokasi tumor dan ada tidaknya
metastasis tumor. Metastasis terjadi secara hematogen dan paling banyak terjadi
pada tulang, hati dan kulit, jarang bermetastasis ke paru dan otak.
Neuroblastoma muncul sebagai masa padat, keras, dan noduler. Tumor pada
gangglion stellate dapat muncul sebagai Honer’s
Syndrome (ptosis, miosis, anhidrosis dan heterochromia). Manifestasi
sistemik, seperti anemia, gagal tumbuh, penurunan berat badan, dan malnutrisi
akan terjadi pada stadium lanjut. Hipertensi umum terjadi, sebagai akibat
pelepasan katekolamin dari tumor. Paraplegia atau sindrom cauda equina dapat
terjadi sebagai akibat perluasan tumor pada foramen intervertebralis.
Diagnosis neuroblastoma ditegakkan
dengan melakukan pemeriksaan radiologis dan analisis kimia secara serial. Foto
rontgen sederhana yang mencakup area leher, dada dan abdomen dapat menunjukkan
adanya kalsifikasi pada tumor. USG sebagai modalitas awal untuk masa pada leher
dan abdomen, yang akan menunjukkan massa solid yang berlobus. Pada tumor
retroperitoneal, CT scan dengan kontras dapat membedakan Wilms’ tumor dengan neuroblastoma dan CT dapat menunjukkan adanya
metastasis ke hati. MRI merupakan teknik
pencitraan yang paling berguna dalam mencari tahu adanya tumor extradural dan
adanya keterlibatan sumsum tulang dan gangguan pembuluh darah besar. Scan
tulang menggunakan isotop technetium-99m biasanya dapat mengetahui adanya
metastasis pada korteks tulang dan isotop tersebut ditangkap oleh tumor primer.
Iodin-123 berguna untuk identifikasi tumor primer dan metastasis. Aspirasi
sumsum tulang dapat menunjukkan rosettes dari
metastasis neuroblast. Immunositologi dari aspirasi sumsum tulang lebih
sensitif untuk mendeteksi sel tumor dan juga dapat menginformasikan tentang
prognosis. Selain itu, adanya peningkatan LDH pada pemeriksaan darah merupakan
marker adanya perubahan cepat pada sel yang diproduksi oleh sel tumor.
Gambar 1. CT scan abdomen pasien dengan neuroblastoma kiri
Staging dan
Penatalaksanaan
Staging tumor penting sebagai petunjuk terapi dan
dalam penentuan prognosis.
Evans Staging System
Stage
|
Description
|
I
|
Tumor terbatas
pada organ asalnya
|
II
|
Tumor meluas
melebihi organ asalnya tapi tidak melewati midline; nodus limfatikus
unilateral mungkin terlibat
|
III
|
Tumor meluas
melewati midline; nodus limfatikus bilateral mungkin terlibat
|
IV
|
Metastasis
jauh (tulang, organ lain, jaringan lunak, nodus limfatikus jauh)
|
IV-S
|
Dapat berupa
stage I atau II; adanya penyakit pada liver, jaringan subkutan dan sumsum
tulang, tapi tanpa bukti keterlibatan korteks tulang
|
Bila tidak ada metastasis dan
tumor memungkinkan untuk direseksi, operasi diindikasikan dengan tujuan reseksi
komplit. Kemudian, tumor segera dikirim
untuk pemeriksaan pathologi guna pemeriksaan DNA flow cytometry, N-myc
oncogene, dan electromicroscopy. Pada pasien dengan metastasis dan tumor yang
besar, serta pada pasien yang tumornya tidak memungkinkan direseksi tanpa
mengangkat organ signifikan seperti ginjal, duodenum, atau pembuluh darah
besar, diagnosis dapat dibuat secara klinis dengan munculnya tumor dan
peningkatan katekolamin dalam urin. Pemeriksaan ini idealnya dilaksanakan
dengan open biopsi dan membutuhkan minimal 1 gram tumor yang viable; atau
sebagai alternatif, dengan biopsi perkutaneus menggunakan core needle atau
biopsi sumsum tulang, terutama pada pasien dengan resiko operasi buruk. Bila
tumor berespon baik, direncanakan second-look surgery (atau delayed primary
surgery) setelah 3 bulan dengan tujuan komplit reseksi makroskopik.
Beberapa tahun belakangan,
penggolongan resiko telah membantu dalam pedoman terapi. Untuk pasien resiko
rendah tanpa gejala ancaman terhadap organ atau nyawa, terapi kuratif biasanya
dengan operasi, dan kemoterapi, yang bukan tanpa resiko bagi infant muda,
dilakukan hanya pada pasien dengan rekurensi atau progresif. Untuk pasien
resiko menengah ditatalaksana dengan kemoterapi kombinasi. Agen yang teraman
dan terefektif adalah siklofosfamid, doxorubicin, carboplatin dan etoposide;
vincristin, cisplatin dan agen lainnya juga aktif. Untuk pasien resiko tinggi,
prognosis yang buruk membutuhkan kombinasi dari berbagai agen kemoterapi,
kemudian dilanjutkan operasi untuk mendapatkan remisi komplit (tidak terlihat
secara makroskopis). Radioterapi lokal dapat digunakan kemudian jika ada ada
tumor yang tidak dapat direseksi. Selain itu, radioterapi diberikan pada tumor
primer karena tingginya angka rekurensi lokal.
Tumor dapat muncul dalam berbagai
bentuk, dapat sebagai hepatomegali masif dengan distres pernapasan dan gejala
neurologis akibat cord compression. Kemoterapi dosis rendah dengan atau tanpa
radiasi dosis rendah biasanya efektif untuk menghentikan pertumbuhan tumor.
Pada beberapa anak dapat timbul paraplegi, paresthesi, atau gangguan gaya
berjalan dikarenakan kompresi tumor pada spinal cord. Hal ini sering terjadi
pada tumor mediastinal posterior yang dapat menginfiltrasi ke dalam foramen
nerve trunks. Dilakukan kemoterapi untuk mengecilkan tumor. Operasi reseksi
dilakukan pada pasien yang menunjukkan kemunduran progresif neurologis setelah
pemberian kemoterapi.
Prognosis
Dua kunci utama pada angka
kelangsungan hidup neuroblastoma adalah umur pasien dan stadium penyakit saat
didiagnosis. Infants mempunyai angka kelangsungan hidup yang lebih baik. Anak
dengan tumor primer di leher atau pelvis mempunyai 100% survival rate,
sementara itu yang dengan tumor mediastinum mempunyai 81% survival rate.
Prognosis terburuk pada infants dan anak dengan tumor primer retroperitoeum
(adrenal dan paraspinal). Jumlah yang tinggi dari LDH, NSE, dan Feritin
menandakan adanya tumor yang besar dengan banyak perubahan pada sel yang
dihubungkan dengan prognosis buruk. Namun marker tersebut saat ini kurang
signifikan dibandingkan N-Myc oncogen.
Prognosis buruk terjadi pada
pasien stage III atau IV, amplified N-myc, histologi yang buruk, umur lebih
dari 1 tahun atau ada tumor di abdomen. Pasien resiko menengah mempunyai 3-year
survival rate lebih dari 80% dengan kemoterapi intensif; pada pasien resiko
rendah hingga lebih dari 90% (biasanya sembuh hanya dengan operasi). Selain
itu, tumor primer retroperitoneal, peningkatan rasio HVA-MVA, peningkatan serum
LDH dan feritin, Diploid DNA flow cytometry dan malnutrisi juga merupakan
penanda prognosis buruk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar