Ditulis
oleh : Sudiyatmo, MD
Ditulis
saat menjalani stase PPDS Bedah di RSUD Suliki (Februari 2013)
Reference :
- Principle and Practice of Surgery for the Colon, Rectum and Anus, 3rd edition.
- Maingot’s Abdominal Operations
- Zollinger’s Atlas of Surgical Operations, 8 th edition
- The ASCRS Textbook of Colon and Rectal Surgery.
OVERVIEW
Rata-rata 100.000 pasien menjalani operasi pembuatan
stoma tiap tahunnya di Amerika Serikat. Sebagian besar pasien-pasien tersebut
akan mengalami komplikasi akibat prosedur pembedahan maupun akibat adanya stoma,
problem tersebut meliputi berbagai komplikasi pada kulit, masalah bau yang
tidak sedap, kecemasan, depresi, disfungsi seksual, dan isolasi sosial.
Keputusan mengenai diperlukan atau tidaknya pembuatan stoma sangat dibutuhkan.
Begitu pula dengan teknik operasi dan kemampuan perawat stoma merupakan hal
yang juga penting untuk penatalaksanaan pasien yang lebih baik.
ILEOSTOMI
Sejarah. Baum, pada tahun 1879,
merupakan ahli bedah pertama yang melakukan ileostomi pada pasien ileus
obstruksi akibat kanker kolon ascenden. Pasien tersebut survive, namun akhirnya
meninggal setelah operasi ke-2, untuk reseksi kanker kolon ascenden dan
anastomose ileocolica. Kraussold, Billroth, Bergman, dan Maydl, merupakan ahli
bedah yang mulai sering melakukan ileostomi sejak abad ke-19 dengan hasil yang baik.
Sejak saat itu teknik
pembuatan ileostomi terus mengalami perkembangan. Pencapaian terbaik dilakukan
oleh Dr.Alfred Strauss dari Chicago, pada tahun 1920, yang melakukan ileostomi
dan kolektomi pada pasien kolitis ulseratif pada seorang ahli kimia yang
bernama Koenig. Koenig kemudian membuat ileostomi bag, yang secara komersial
kemudian dikenal dengan Koenig-Rutzen bag. Ileostomi bag ini kemudian digunakan
secara luas hingga tahun 1950.
Seiring dengan
perkembangan teknik ileostomi, maka para ahli juga mulai mempelajari
komplikasi-komplikasi yang muncul pasca ileostomi. Crile dan Turnbull
mengemukakan masalah cairan ileostomi sebagai penyebab terjadinya serositis
pada permukaan serosa yang terekspos. Kemudian mereka menganjurkan untuk
melapisi serosa dengan lapisan mukosa yang dieversikan akan meminimalisir
disfungsi ileostomi. Akhirnya Brooke, pertama kali memperkenalkan teknik full-thickness eversi pada mukosa, yang
kemudian diterima secara universal. Prosedur ini juga disebut dengan maturasi
ileostomi.
Dua even yang menandai
suksesnya operasi pembuatan stoma dan rehabilitasi pasien dengan stoma adalah
dengan dibentuknya klub ileostomi pertama di rumah sakit Maount Sinai New York
pada tahun 1951 dan diadakannya program pendidikan untuk perawat stoma oleh
Rupert Turnbull pada tahun 1961. Sampai
1997 terdapat 2300 perawat telah mendapat sertifikasi untuk merawat stoma.
Peningkatan kualitas
hidup pasien dengan stoma mencakup perkembangan alat-alat stoma. Teknik operasi
dikembangkan untuk tetap menjaga viabilitas stoma. Kebutuhan akan perawat stoma
juga sangat memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas hidup pasien
dengan stoma.
FISIOLOGI ILEOSTOMI
Segera setelah menjalani
operasi dengan prosedur ileostomi, maka seorang pasien akan mengalami tiga fase
adaptasi. Tiga hari pertama cairan yang keluar akan makin menigkat jumlahnya dan
berada pada puncaknya pada hari ke-3 dan ke-4. Fase kedua, tiga hari
berikutnya, jumlah cairan mulai stabil, mengental dan berkurang produksinya.
Fase ke-3, adaptasi terjadi pada minggu pertama sampai minggu ke-8 dengan
berkurangnya jumlah dan mengentalnya cairan stoma. Setelah tiga proses adaptasi
tersebut selesai, maka jumlah cairan ileostomi, pada kasus tanpa reseksi usus
halus, berjumlah 200-700cc perhari. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
periode kritis untuk terjadinya dehidrasi akut berada pada hari ke-3 sampai
hari ke-8. Oleh karena itu, pada periode tersebut tersebut pergantian cairan
dan elektrolit harus benar-benar diperhatikan. Sehingga pasien sebaiknya tidak segera
dipulangkan sampai hari ke-9 atau ke-10.
Usus halus akan
melakukan adaptasi dengan melakukan
reabsorpsi cairan dan elektrolit. Pada orang normal sekitar 1500-2000 cc per
hari cairan masuk ke usus besar. Pada pasien dengan ileostomi 70%-80% cairan
ini akan direasorpsi. Perubahan diet
tidak akan berpengaruh banyak terhadap produksi ileostomi. Puasa akan
mengurangi produksi ileostomi 50-100 cc perhari. Volume urin akan relatif
berkurang sebanyak 40%-50%.
Pasien dengan ileostomi
baik tanpa reseksi atau disertai dengan reseksi ileum <100 cm biasanya dapat
mempertahankan kebutuhan nutrisi secara normal dan pasien dapat mempertahankan
berat badannya. Reseksi yang >100 cm pada ileum terminal akan menyebabkan
gangguan penyerapan vitamin B12, sehingga dibutuhkan suplemen viamin B untuk
mencegah anemia megaloblastik.
PERUBAHAN METABOLIK PASIEN ILEOSTOMI
Individu normal akan
kehilangan 2-10 mEq natrium setiap harinya melalui feses, pasien ileostomi
rata-rata akan kehilangan 60 mEq natrium perhari. Perubahan tersebut jarang
menimbulkan kompensasi pada ginjal. Pasien ileostomi akan mengalami peningkatan
sekresi mineralkortikoid secara kronis untuk meningkatkan reabsorpsi air dan natrium.
Jika pasien dapat beradaptasi dengan baik maka jarang terjadi dehidrasi.
Pada pasien dengan
ileostomi komposisi bakteri juga mengalami perubahan. Gorbach et al,
menyebutkan jumlah total bakteri akan meningkat rata-rata 80 kali dibandingkan
ileum normal. Peningkatan jumlah bakteri ini meliputi bakteri aerob dan non-aerob.
Faktor yang paling
penting yang dapat mempengaruhi jumlah cairan ileostomi adalah panjang usus
yang tidak mengalami cidera pada bagian proksimal ileostomi. Peningkatan indeks
masa tubuh akan meningkatkan jumlah cairan. Intake cairan tidak banyak
berpengaruh. Peningkatan diet yang disertai dengan lemak berlebih juga akan
meningkatkan produksi cairan. Peningkatan konsumsi serat yang >16 gram/hari
akan meningkatkan jumlah cairan sebanyak 20%-25%. Overproduksi cairan asam
lambung akan berkontribusi pada jumlah cairan ileostomi. Dimana cairan
ileostomi akan berkurang dengan mengkonsumsi obat anti sekresi asam lambung
seperti omeprazole. Transit makanan pada saluran pencernaan akan lebih lambat
pada pasien dengan end ileostomi.
Adaptasi akan terjadi diatas periode satu tahun, dengan mekanisme yang tidak
diketahui.
Terdapat hubungan
bermakna pasien ileostomi dengan kejadian batu empedu pada pasien tersebut.
Pada pasien yang dapat beradaptasi dengan baik hal ini tidak terjadi. Namun pada
pasien yang mengalami reseksi ileum, sirkulasi entero-hepatiknya akan
terganggu. Pada wanita dengan ileostomi, terjadinya batu empedu akan meningkat
tiga kali lipat. Pasien juga dapat mengalami resiko yang lebih besar untuk
terjadinya batu saluran kemih. Hal ini dkarenakan dehidrasi kronis dan
meningkatnya tingkat keasaman pada urin.
Diare dapat terjadi pada
pasien dengan ileostomi. Hal dapat terjadi akibat resksi ileum yang panjang,
pertumbuhan bakteri yang berlebihan, terjadinya enteritis, dan infeksi. Pada
sebagian besar kasus, penatalaksanaanya akan sama dengan terapi pada individu
normal. Perhatian lebih kepada rehidrasi cairan dan elektrolit karena pasien
berisiko untuk dehidrasi dan kelainan metabolik.
Hal yang juga sering
kali dilupakan oleh ahli bedah adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
penempatan/lokasi stoma. Faktor-faktor ini antara lain; pekerjaan, gaya
berpakaian, tingkat aktivitas harian, kontur dinding perut saat duduk dan
berdiri, dan keterbatasan fisik. Faktor-faktor lain juga mencakup, insisi
abdomen sebelumnya dan penonjolan tulang. Di luar negeri, pada kasus-kasus
pasien elektif, tugas ini dilakukan oleh perawat stoma sambil
mengkomunikasikannya dengan pasien dan dokter bedah. Suatu keharusan bagi seorang ahli bedah untuk
mempelajari skill ini, terutama jika tidak memiliki perawat stoma.
Secara umum standar
ostomi berada pada samping kanan atau kiri garis midline, dan diatas atau
rektus abdominis. Pada posisi supine, dapat ditandai dengan jarak 5 cm dari
insisi abdomen sebelumnya, dari penonjolan tulang, pusar, dan garis ikat
pinggang pasien. Atau pada bagian lateral dan inferior dari umbilicus. Harus dipastikan
bahwa pada posisi berdiri dan duduk, lipatan kulit tidak akan mengganggu penempelan
dari ostomi bag. Pada pasien gemuk, stoma tidak boleh tersembunyi dibawah
lipatan lemak yang tebal. Pada kasus-kasus seperti ini dapat dipikirkan lokasi
stoma pad regio supraumbilical.
INDIKASI STOMA
Terdapat beberapa
indikasi untuk dilakukannya pembuatan stoma. Secara umum ostomi dilakukan pada
kasus dimana tidak dimunkinkannya untuk melakukan anasomose usus secara
langsung dengan berbagai alasan, atau ditakutkan adanya resiko kegagalan pada
sambungan usus. Atau pada kasus dimana tidak terdapat usus pada bagian distal
seperti pada pasien pasca reseksi abdominoperineal. Ostomi dapat
sementara/temporary atau permanen.
TIPE ILEOSTOMI – END ILEOSTOMI
End ileostomi
diindikasikan pada kasus-kasus dengan prosedur proktokolektomi total, pada
kasus-kasus inflammatory bowel diseases, poliposis familial atau penyakit kolon
lainnya yang membutuhkan reseksi. End ileostomi hampir dipastikas sebagai
prosedur stoma permanen pada kasus-kasus kolon diatas.
Setelah melakukan identifikasi
pembuluh darah dan mesenterium, ileum direseksi dengan menggunakan stapler atau
klem usus. Insisi sirkumferensial sepanjang 2,5 cm – 3cm dibuat pada kulit pada
regio kanan bawah. Hal yang perlu diperhatikan adalah tidak melakukan
eksisi/pembuangan lemak subkutis yang berlebihan, karena lemak tersebut akan
berguna untuk ileostomi. Keating et al, menganjurkan insisi tranverse pada
lipatan kulit. Tidak dilakukan eksisi
kulit dan lemak subkutis, sehingga akan mengurangi tegangan saat penjahitan.
Setelah melakukan insisi
pada fascia, otot rektus dipisahkan dengan menggunakan klem. Setelah itu
peritoneum dibuka sepanjang 3-4 cm, atau dengan ukuran diperkirakan sama dengan
lebar masuknya jari telunjuk dan jari tengah ketika. Kemudian 5-6 cm ileum
dikeluarkan dari lubang insisi, dan dilakukan fiksasi dengan menjahit ileum
dengan peritoneum dan fascia posterior otot rektus dengan menggunakan benang yang
dapat diserap.
Maturasi/eversi pada
ileum dapat langsung dilakukan atau setelah dilakukan penutupan abdomen.
Keuntungan maturasi setelah penutupan abdomen ialah mencegah masuknya isi
ileostomi kedalam intra-abdominal atau pada luka. Sementara keuntungan maturasi
langsung sebelum penutupan abdomen adalah memberikan kesempatan pada ahli bedah
untuk memastikan viabilitas dari ileostomi. Maturasi dilakukan dengan cara
melakukan penjahitan pada tiga titik yaitu; puncak/ujung ileum, lapisan
seromuskular ileum, dan kulit. Jahitan tiga titik dapat dibuat pada tiga tempat
terpisah dan simetris. Terdapat literatur yang menyebutkan bahwa penjahitan
dilakukan pada subkutis, bukan pada bagian kulit. Hal ini dilakukan untuk
mencegah penempelan sel-sel mukosa pada kulit, yang berakibat pada iritasi
peristoma. Penjahitan terputus dengan menggunakan benang yang dapat diserap. Pada
beberapa bagian defek (diantara jahitan tiga titik tersebut) dapat ditambahkan
jahitan pada dua titik, yaitu kulit dan puncak ileum. Ileostomi harus menonjol
minimal 2 cm diatas dinding abdomen.
Ileostomi dengan
maturasi oleh Brooke telah diterima secara luas di seluruh dunia. Teknik ini dapat
mencegah terjadinya retraksi stoma, serositis, dan obstruksi pada lobang
ileostomi. Pada beberapa pasien, ileum yang direseksi boleh jadi mengalami
oedem, pada kedaan ini maturasi dengan teknik Brooke tidak mungkin dilakukan.
Pada situasi ini teknik Turnbull dapat diterapkan. Dengan melakukan reseksi
pada lapisan serosa dan muscularis, dan eversi lapisan mukosa. Terdapat
literatur yang menyebutkan bahwa ileum yang mengalami oedem dapat pula ditunda
maturasinya hingga 2-7 hari, menunggu sampai berkurangnya oedem (secondarily matured).
TIPE ILEOSTOMI – LOOP ILEOSTOMI
Loop ileostomi umumnya
digunakan untuk melindungi anastomose ileo-anal atau kolon yang beresiko untuk
mengalami kebocoran. Atau juga pada kasus multiple anastomose pada kolon bagian
distal, seperti pada kasus Crohn’s diseases. Walaupun loop kolostomi kolon
transversum dapat dilakukan untuk melindungi anastomose tersebut, namun
penggunaan ileostomi lebih dianjurkan. Jika dibandingkan dengan kolostomi,
ileostomi lebih tidak berbau, dan memiliki efek samping yang lebih minimal
dibandingkan dengan kolostomi kolon transversum. Disamping itu pada saat
penutupan stoma, resiko sepsis pada ileostomi lebih minimal.
Loop ileostomi juga
lebih mudah dibuat, penempatan stoma yang lebih baik, dan secara keseluruhan
lebih ditolerir oleh pasien. Sementara loop kolostomi tranversum dengan lumen
yang lebih besar, akan lebih sulit untuk melakukan eversi, bahkan lebih mudah
untuk terjadi prolapse atau retraksi, penempatannya pada epigastrium juga
sangat tidak nyaman untuk pasien.
Loop ileostomi biasanya
dikerjakan pada saat laparotomi dan reseksi usus, sehingga eksposure lapang
operasi diperoleh melalui insisi midline. Lokasi loop ileostomi sama seperti
end ileostomi yaitu di kuadran kanan bawah. Panjang insisi kulit dapat lebih
panjang. Loop ileostomi dikeluarkan dan dijaga jangan sampai terjadi pemuntiran
pembuluh darah dan mesenterium. Loop ileostomi dimaturasi dengan melakukan
insisi tranverse pada bagian distal usus (bukan ditengah-tengah). Setelah dilakukan
insisi pada loop (insisi lebih ke bagian distal usus), akan terbentuk stoma fungsional
atau stoma bagian proksimal yang berukuran lebih besar daripada stoma bagian
distal. Eversi stoma bagian proksimal dilakukan dengan membuat jahitan pada
tiga titik; ujung stoma dan seromuskular ileum dengan kulit. Pada beberapa
bagian defek dapat ditambahkan jahitan pada dua titik; kulit dan puncak ileum.
Prasad et al,
memodifikasi loop ileostomi dengan memotong ileum dan sebagian mesenterium
dengan menggunakan stapler. Bagian proksimal ileum kemudian difiksasi dan
dimaturasi seperti ileostomi Brooke. Bagian antemesenterium dari ileum distal
difikasi dan dimaturasi pada kulit, sehingga terbentuk ileostomi distal yang
lebih kecil. Modifikasi ini dapat berguna pada pasien dengan dinding abdomen
yang tebal dan mesenterium yang pendek.
MUCOUS
FISTULA
Terminologi mucous
fistula mengacu pada bagian distal usus yang direseksi, dimana bagian tersebut
kemudian dikeluarkan di atas kulit dan dimaturasi seperti layaknya stoma.
Umumnya pada kasus-kasus reseksi usus, bagian proksimal usus dibuat sebagai
bagian stoma fungsional tempat keluarnya feses. Sementara bagian distal dapat
ditutup pada prosedur Hartmann atau ikut dikeluarkan seperti stoma. Pengeluaran
bagian distal ini dikenal dengan istilah mucous fistula, karena bagian tersebut
akan mengeluarkan mukus.
Manfaat dari mucous
fistula ini adalah untuk mendekompresi usus bagian distal. Terutama penting
pada kasus dimana masih terdapat obstruksi pada bagian distal usus, atau pada
kanker kolon distal yang belum dapat diangkat. Jika usus bagian distal ini
tidak dibuat seperti stoma, atau ditutup dengan penjahitan, maka akan
menyebabkan terjadinya obstruksi closed loop, dimana usus bagian distal
tersebut akan terisi oleh mukus, sekresi, dan bakteri, yang lama-kelamaan dapat
menyebabkan ruptur dan peritonitis. Mucous fistula juga dapat digunakan untuk
menilai usus bagian distal, melakukan irigasi, atau terapi.
PENUTUPAN
LOOP ILEOSTOMI
Sebelum melakukan
penutupan ileostomi, penting sekali untuk memastikan bahwa tidak terdapat
obstruksi pada usus bagian distal. Penutupan ileostomi umumnya dapat dilakukan
dengan melakukan insisi parastoma, tanpa harus melakukan laparotomi. Pada
beberapa pasien, terutama pada pasien gemuk, atau pasien yang disertai dengan
adhesi usus yang hebat, mungkin diperlukan ekspose dari insisi abdomen
sebelumnya.
Insisi elips dengan
jarak 1-2 mm dari stoma dapat dibuat, insisi dapat diperluas hingga 1 cm.
Insisi diperdalam hingga mencapai fascia dan peritoneum. Bebaskan segmen
proksimal dan distal usus dari perlengketan dengan peritoneum, hingga kedua
segmen usus dapat dimobilisasi. Setelah itu penutupan ileostomi dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu;
- Anterior ileal wall closure
- Stomal resection with end-to-end anastomosis
- Functional end-to-end stapled anastomosis
KOLOSTOMI
Sejarah. Pada tahun 1776 Pillore,
seorang dokter bedah dari Perancis, melakukan sekostomi perkutaneus, pada
seorang pengusaha wine (minuman dari
anggur) yang mengidap kanker rektum yang disertai dengan obstruksi usus.
Walaupun pasien tersebut maninggal dunia dua minggu kemudian, sekostomi ini
tercatat sebagai stoma pada kolon pertama kali yang dianggap berhasil. Sejak
saat itu, mulai banyak dilaporkan prosedur kolostomi pada pasien dewasa yang
mengalami obstruksi usus atau pada bayi yang mengalami anus imperforata.
Pada tahun 1884, Maydl
memperkenalkan teknik kolostomi dengan menggunakan penyangga pada dinding
abdomen. Pada 1921, Henri Albert Hartmann, seorang ahli bedah Perancis mengenalkan
reseksi kolon rektosigmoid, dengan penutupan potongan distal/rectal stump, dan
dengan end colostomi. Teknik yang dikenal dengan Hartmann’s procedure ini telah secara luas diterapkan hingga saat
ini. Sementara itu Miles, pada tahun 1908 tercatat melakukan operasi dengan end sigmoid colostomy dan reseksi
abdominoperineal.
Lebih lanjut berbagai
teknik kolostomi dengan berbagai modifikasinya telah digunakan secara luas pada
banyak pasien. Sementara itu, selama dua dekade terakhir, pembuatan end
kolostomi telah berkurang dengan penggunaan stapler, sehingga memungkinkan
untuk melakukan low anterior anastomosis.
TIPE KOLOSTOMI-SEKOSTOMI
Telah berabad-abad
sekostomi telah dilakukan sebagai prosedur dekompresi untuk kasus-kasus
obstruksi pada kolon. Sekostomi juga dianjurkan pada kasus perforasi, impending
perforasi sekum, volvulus sekum, atau dilatasi kolon pada penyakit inflamasi
kolon.
Sekostomi dapat
dikerjakan melalui insisi tranverse pada kuadaran kanan bawah. Ketika
peritoneum dibuka, akan tampak sekum yang mengalami distensi. Lakukan
penjahitan purse-string sebanyak dua lapis dengan benang silk 3-0, kemudian
insersikan kateter foley No.30, dan ditempatkan di puncak sekum. Dua jahitan
purse-string tadi diperkuat untuk memfiksasi kateter. Kateter sekostomi ini
dapat dilepas setelah 7-10 hari, dan fistula cecocutaneus diharapkan akan
menutup spontan.
Komplikasi yang dapat
terjadi setelah pemasangan sekostomi tube ini adalah; kebocoran perikateter,
infeksi kulit lokal, ekskoriasi kulit, nyeri, dan colocutaneus fistula.
Beberapa penelitian
mulai mempertanyakan penggunaan sekostomi. Karena pada hampir 50% kasus,
sekostomi tidak memiliki kemampuan untuk mendekompresi kolon yang obstruksi.
Beberapa literatur menyimpulkan bahwa sekostomi dapat dikerjakan pada kasus
dengan indikasi yang dapat diterima seperti; volvulus, perforasi sekum dan
pseudo-obstruksi.
LOOP COLOSTOMY
Pada masa lalu loop
transverse colostomy umum dikerjakan sebagai diversi feses sementara, seperti pada
kasus-kasus; obstruksi, inflamasi, trauma, low colorectal anastomosis, atau
luka pada perineum. Namun saat ini loop kolostomi telah jarang digunakan dan
digantikan oleh loop ileostomi atau loop sigmoid kolostomi. Loop kolostomi
kolon sigmoid lebih familiar bagi para ahli bedah, hal ini dikarenakan teknik
pembuatan yang lebih simple.
Pada awalnya terdapat
tiga teknik dalam membuat fiksasi loop colostomi :
- Loop colostomy over fascila bridge
- Loop colostomy over rod (teknik ini yang banyak digunakan hingga saat ini)
- End-loop colostomy
Teknik Pembuatan Loop Kolostomi
Kolon sigmoid atau kolon
descenden dimobilisasi sepanjang white
line of Todlt seperti pada standar reseksi kolon descenden, dan segmen
kolon yang sesuai dipilih sebagai stoma. Kolon harus dimobilisasi sedemikian
rupa, sehingga dapat dengan mudah mencapai dinding abdomen. Hal ini sangat
penting untuk menghindari tension pada saat pembuatan stoma, serta tertariknya
stoma akibat mobilisasi yang tidak adekuat.
Peritoneum yang melekat
pada dinding kolon, baik pada bagian medial atau lateral, dipisahkan dengan
menggunakan elektrocouter. Lakukan palpasi dengan jari telunjuk dan ibu jari
pada bagian mesenterium untuk menuntun klem pada saat memasukkan drain Penrose
atau foley kateter sebagai penyangga. Insisi pada kulit dilakukan pada kuadaran
kiri bawah, diatas otot rektus abdominis. Insisi diperdalam dengan memotong
fascia anterior otot rektus, lakukan pemisahan otot rektus, dan loop kolon
dikeluarkan melalui insisi tersebut.
Pada saat mengeluarkan
loop kolostomi pada dinding abdomen hindari terjadinya pemuntiran. Usus bagian
distal berada pada bagian inferior atau medial dari stoma, sementara bagian
proksimal berada pada bagian superior atau lateral. Kemudian lakukan eversi
dengan insisi pada loop, lebih ke bagian kolon distal. Sehingga bagian distal
hanya menyisakan sedikit bagian saja untuk eversi.
Lakukan fiksasi pada
tiga titik; lapisan seromuskular dan ujung kolon dengan lapisan dermis. Jahitan
ini dapat dibuat pada tiga atau empat tempat yang simetris. Kemudian untuk
menyempurnakan eversi dapat ditambahkan jahitan pada dermis dan ujung kolon
diantara jahitan tiga titik tadi.
Maju terus Di! Sangat membantu!
BalasHapusTerima Kasih mas okta, mulai ngeBlog juga ya mas...
BalasHapus