Hirschsprung Disease merupakan suatu kelainan kongenital
dimana tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisseri pada kolon. 90%
terletak pada rectosigmoid, akan tetapi dapat mengenai seluruh kolon bahkan
seluruh usus (Total Colonic Aganglionois). Tidak adanya ganglion sel ini
mengakibatkan hambatan pada gerakan peristaltik sehingga terjadi ileus
fungsional dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada
kolon yang lebih proksimal.
Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan
oleh Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah
Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1886.
Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga
tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang
dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal
usus akibat defisiensi ganglion.
Penyakit Hirschsprung terjadi pada satu dari 5000 kelahiran
hidup, Insidensi penyakit Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara
pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk
Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap
tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat 20-40
pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSCM Jakarta.
Penyakit Hirschsprung sebaiknya dicurigai jika seorang
neonatus tidak mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam pertama setelah kelahiran.
Walaupun barium enema berguna untuk menegakkan diagnosis, biopsi rektum tetap
menjadi gold standard penegakkan diagnosis. Setelah diagnosis dikonfirmasi,
penatalaksanaan mendasar adalah untuk membuang jaringan usus yang aganglionik dan
untuk membuat anastomosis dengan menyambung rektum bagian distal dengan bagian
proksimal usus yang memiliki innervasi yang sehat. Mortalitas dari kondisi ini
dalam beberapa dekade ini dapat dikurangi dengan peningkatan dalam diagnosis,
perawatan intensif neonatus, tekhnik pembedahan dan diagnosis dan
penatalaksanaan HD dengan enterokolitis.
Sejarah penyakit Hirschsprung
Ruysch (1691) pertama kali melaporkan hasil otopsi adanya
usus yang aganglionik pada seorang anak usia 5 tahun dengan manifestasi berupa
megakolon. Namun baru 2 abad kemudian Harald Hirschsprung (1886) melaporkan
secara jelas gambaran klinis penyakit ini, yang pada saat itu diyakininya
sebagai suatu megakolon kongenital. Dokter bedah asal Swedia ini melaporkan
kematian 2 orang pasiennya masing-masing usia 8 dan 11 bulan yang menderita
konstipasi kronis, malnutrisi dan enterokolitis. Teori yang berkembang saat itu
adalah diyakininya faktor keseimbangan syaraf sebagai penyebab kelainan ini,
sehingga pengobatan diarahkan pada terapi obat-obatan dan simpatektomi. Namun
kedua jenis pengobatan ini tidak memberikan perbaikan yang signifikan.
Valle (1920) sebenarnya telah menemukan adanya kelainan
patologi anatomi pada penyakit ini berupa absennya ganglion parasimpatis pada
pleksus mienterik dan pleksus sub-mukosa, namun saat itu pendapatnya tidak
mendapat dukungan para ahli. Barulah 2 dekade kemudian, Robertson dan Kernohan
(1938) mengemukakan bahwa megakolon pada penyakit Hirschsprung disebabkan oleh
gangguan peristaltik usus mayoritas bagian distal akibat defisiensi ganglion.
Sebelum tahun 1948 sebenarnya belum terdapat bukti yang
jelas tentang defek ganglion pada kolon distal sebagai akibat penyakit
Hirschsprung, hingga Swenson dalam laporannya menerangkan tentang penyempitan
kolon distal yang terlihat dalam barium enema dan tidak terdapatnya peristaltik
dalam kolon distal. Swenson melakukan operasi pengangkatan segmen yang
aganglionik dengan hasil yang memuaskan. Laporan Swenson ini merupakan laporan
pertama yang secara meyakinkan menyebutkan hubungan yang sangat erat antara
defek ganglion dengan gejala klinis yang terjadi.
Bodian dkk. Melaporkan bahwa segmen usus yang aganglionik
bukan merupakan akibat kegagalan perkembangan inervasi parasimpatik ekstrinsik,
melainkan oleh karena lesi primer sehingga terdapat ketidakseimbangan autonomik
yang tidak dapat dikoreksi dengan simpatektomi. Keterangan inilah yang
mendorong Swenson melakukan pengangkatan segmen aganglionik dengan preservasi
spinkter ani. Okamoto dan Ueda lebih lanjut menyebutkan bahwa penyakit
Hirschsprung terjadi akibat terhentinya proses migrasi sel neuroblas dari
krista neuralis saluran cerna atas ke distal mengikuti serabut-serabut vagal
pada suatu tempat tertentu yang tidak mencapai rektum.
Tinjauan Anatomi
Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan
dan inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan
terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif
mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian
anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal)
adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus
yang lebih proksimal, dan, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan
internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum ke dunia luar.
Persyarafan motorik spinkter ani interna berasal dari
serabut syaraf simpatis (n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan
serabut syaraf parasimpatis (n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus.
Kedua jenis serabut syaraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus
levator ani dipersyarafi oleh n.sakralis 3 dan 4. Nervus pudendalis mensyarafi
spinkter ani eksterna dan m.puborektalis. Syaraf simpatis tidak mempengaruhi
otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis), kontinensia
sepenuhnya dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (syaraf
parasimpatis).
Sistem
syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :
1. Pleksus Auerbach : terletak diantara
lapisan otot sirkuler dan longitudinal
2. Pleksus Henle : terletak disepanjang
batas dalam otot sirkuler
3. Pleksus Meissner : terletak di
sub-mukosa
Pada
penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus
tersebut.
Etiologi
Secara fungsional, karena bayi tumbuh dalam kandungan,
kumpulan sel saraf (ganglia) mulai terbentuk antara lapisan otot di bagian usus
besar yang panjang. Proses ini dimulai pada bagian atas dan berakhir di usus
besar bagian bawah. Pada anak-anak dengan penyakit Hirschsprung, proses ini
tidak selesai dan tidak ada ganglion di sepanjang seluruh panjang dengan dua
titik. Kadang-kadang sel-sel yang hilang hanya beberapa centimeter dari usus
besar. Mengapa hal ini terjadi tidak diketahui secara pasti. Hal ini dapat
dikaitkan dengan beberapa mutasi gen. Hal ini juga dikaitkan dengan beberapa
kelenjar endokrin neoplasia, sebuah sindrom yang menyebabkan noncancerous
Tumors di lendir membranes dan adrenal glands (terletak di atas ginjal) dan
kanker dari thyroid gland (terletak di bagian bawah leher). Dalam beberapa
kasus, penyakit ini mungkin warisan, bahkan jika orang tua tidak memiliki
penyakit. Hirschsprung juga 10 kali lebih sering terjadi pada anak-anak dengan
Down syndrome.
Patofisiologi
Sel ganglion enterik berasal dari differensiasi sel
neuroblast. Selama perkembangan normal, neuroblast dapat ditemukan di usus
halus pada minggu ke 7 usia gestasi dan akan sampai ke kolon pada minggu ke 12
usia gestasi. Kemungkinan salah satu etiologi Hirschsprung adalah adanya defek
pada migrasi sel neuroblast ini dalam jalurnya menuju usus bagian distal.
Migrasi neuroblast yang normal dapat terjadi dengan adanya kegagalan neuroblast
dalam bertahan, berpoliferase, atau berdifferensiasi pada segmen aganglionik
distal. Distribusi komponen yang tidak proporsional untuk pertumbuhan dan
perkembangan neuronal telah terjadi pada usus yang aganglionik. Komponen
tersebut adalah fibronektin, laminin, neural cell adhesion molecule, dan faktor
neurotrophic.
Terdapat tiga pleksus neuronal yang menginnervasi usus,
pleksus submukosal (Meissner), Intermuskuler (Auerbach), dan pleksus mukosal.
Ketiga pleksus ini terintegrasi dan berperan dalam seluruh aspek fungsi usus,
termasuk absorbsi, sekresi, motilitas, dan aliran darah. Motilitas yang normal
utamanya dikendalikan oleh neuron intrinsik. Ganglia ini mengendalikan
kontraksi dan relaksasi otot polos, dimana relaksasi mendominasi. Fungsi usus
telah adekuat tanpa innervasi ekstrinsik. Kendali ekstrinsik utamanya melalui
serat kolinergik dan adrenergik. Serat kolinergik ini menyebabkan kontraksi,
dan serat adrenergik menyebabkan inhibisi. Pada pasien dengan penyakit
Hirschsprung, sel ganglion tidak ditemukan sehingga kontrol intrinsik menurun,
menyebabkan peningkatan kontrol persarafan ekstrinsik. Innervasi dari sistem
kolinergik dan adrenergik meningkat 2-3 kali dibandingkan innervasi normal.
Sistem adrenergik diduga mendominasi sistem kolinergik, mengakibatkan
peningkatan tonus otot polos usus. Dengan hilangnya kendali saraf intrinsik, peningkatan
tonus tidak diimbangi dan mengakibatkan ketidakseimbangan kontraktilitas otot
polos, peristaltik yang tidak terkoordinasi, dan pada akhirnya, obstruksi
fugsional.
Tidak adanya ganglion yang meliputi pleksus Auerbach yang
terletak pada lapisan otot dan pleksus Meisneri pada submukosa. Serabut syaraf
mengalami hipertrofi dan didapatkan kenaikan kadar asetilkolinesterase pada
segmen yang aganglionik. ganguan inervasi parasimpatis akan menyebabkan
kegagalan peristaltik sehingga mengganggu propulsi isi usus. obstruksi yang terjadi
secara kronik akan menyebabkan distensi abdomen yang sangat besar yang dapat lama-kelamaan
menyebabkan terjadinya enterokolitis.
Klasifikasi
Hirschprung Disease diklasifikasikan berdasarkan keluasan segmen aganglionnya, yaitu:
Hirschprung Disease diklasifikasikan berdasarkan keluasan segmen aganglionnya, yaitu:
- Hirschprung disesase (HD) klasik (75%), segmen aganglionik tidak melewati bagian atas segmen sigmoid.
- Long segment HD (20%)
- Total colonic aganglionosis (3-12%)Beberapa lainnya terjadinya jarang,
yaitu:
Total intestinal aganglionosis dan ultra-short-segment HD (melibatkan rektum distal dibawah lantai pelvis dan anus).
Gambaran Klinis
Gambaran klinis HD dapat kita bedakan berdasarkan usia
gejala klinis mulai terlihat :
Periode Neonatal
Ada trias gejala klinis yang dapat dijumpai, yakni
pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen.
Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda
klinis yang signifikan. Swenson (1973) mencatat angka 94% dari pengamatan
terhadap 501 kasus, sedangkan Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam
dan 72,4% untuk waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen
biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Sedangkan
enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita HD ini,
yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4
minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa
diarhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson
mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis
enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi.
Anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol
adalah konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula
terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan
pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot, konsistensi
semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak
teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi.
Anamnesis
Sekitar 10% pasien memiliki riwayat penyakit yang sama pada
keluarga. Keadaan ini semakin sering ditemukan pada pasien dengan segmen aganglion
yang lebih panjang. Penyakit Hirschsprung harus dicurigai pada anak yang
mengalami keterlambatan dalam mengeluarkan mekonium atau pada anak dengan
riwayat konstipasi kronik sejak kelahiran. Gejala lainnya termasuk obstruksi
usus dengan muntah empedu, distensi abdominal, nafsu makan menurun, dan
pertumbuhan terhambat. Anak dengan usia yang lebih tua biasanya memiliki
konstipasi kronik sejak kelahiran. Mereka juga dapat menunjukkan adanya penambahan
berat badan yang buruk. Sekitar 10% anak yang datang dengan diare yang
disebabkan oleh enterocolitis, dimana diperkirakan terkait dengan adanya
pertumbuhan bakteri akibat stasis. Keadaan ini dapat berkembang menjadi
perforasi kolon, yang menyebabkan sepsis. Pada penelitian yang melibatkan 259
pasien, Menezes et al melaporkan 57% pasien datang dengan gejala obstruksi
intestinal, 30% dengan konstipasi, 11% dengan enterocolitis, dan 2% dengan
perforasi intestinal.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada masa neonatus biasanya tidak dapat
menegakkan diagnosis, hanya memperlihatkan adanya distensi abdomen dan/atau
spasme anus. Imperforata ani letak rendah dengan lubang perineal kemungkinan
memiliki gambaran serupa dengan pasien Hirschsprung. Pemeriksaan fisik yang
saksama dapat membedakan keduanya. Pada anak yang lebih besar, distensi abdomen
yang disebabkan adanya ketidakmampuan melepaskan flatus jarang ditemukan.
Differensial Diagnosis dari HD kita harus selalu membandingkan konstipasi,
Ileus, Iritable Bowel Syndrome, dan Gangguan Motilitas Usus.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
- Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat membantu mengarahkan pada penatalaksanaan cairan dan elektrolit.
- Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan platelet preoperatif.
- Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi dilakukan.
Pemeriksaan Radiologi
1. Foto Polos Abdomen dapat menunjukkan
adanya loop usus yang distensi dengan adanya udara dalam rectum
2. Barium enema. Jangan membersihkan
kolon bagian distal dengan enema sebelum memasukkan kontras enema karena hal
ini akan mengaburkan gambar pada daerah zona transisi. Kateter diletakkan didalam
anus, tanpa mengembangkan balon, untuk menghindari kaburnya zona transisi dan
beresiko terjadinya perforasi. Foto segera diambil setelah injeksi kontras, dan
diambil lagi 24 jam kemudian. Colon bagian distal yang menyempit dengan bagian
proksimal yang mengalami dilatasi merupakan gambaran klasik penyakit
Hirschsprung. Akan tetapi temuan radiologis pada neonatus lebih sulit
diinterpretasi dan sering kali gagal memperlihatkan zona transisi. Gambaran
radiologis lainnya yang mengarah pada penyakit Hirschsprung adalah adanya
retensi kontras lebih dari 24 jam setelah barium enema dilakukan
3. Manometri anorektal. Manometri
anorektal mendeteksi refleks relaksasi dari internal sphincter setelah distensi
lumen rektal. Refleks inhibitorik normal ini diperkirakan tidak ditemukan pada
pasien penyakit Hirschsprung. Swenson pertama kai menggunakan pemeriksaan ini.
Pada tahun 1960, dilakukan perbaikan akan tetapi kurang disukai karena memiliki
banyak keterbatasan. Hasil positif palsu yang telah dilaporkan mencapai 62%
kasus, dan negatif palsu dilaporkan sebanyak 24% dari kasus.
4. Biopsi Rektal. Diagnosa definitif
Hirschsprung adalah dengan biopsi rektal, yaitu penemuan ketidakberaadan sel
ganglion. Metode definitif untuk mengambil jaringan yang akan diperiksa adalah
dengan biopsi rektal full-thickness. Spesimen yang harus diambil minimal
berjarak 1,5 cm diatas garis dentata karena aganglionosis biasanya ditemukan
pada tingkat tersebut. Simple suction rectal biopsy
Lebih terkini, simple suction rectal biopsy telah digunakan sebagai teknik mengambil jaringan untuk pemeriksaan histologis. Mukosa dan submukosa rektal disedot melalui mesin dan suatu pisau silinder khusus memotong jaringan yang diinginkan. Keunggulan pemeriksaan ini adalah dapat dengan mudah dilakukan diatas tempat tidur pasien. Akan tetapi, menegakkan diagnosis penyakit Hirschsprung secara patologis dari sampel yang diambil dengan simple suction rectal biopsy lebih sulit dibandingkan pada jaringan yang diambil dengan teknik full-thickness biopsy. Kemudahan mendiagnosis telah diperbaharui dengan penggunaan pewarnaan asetilkolinesterase, yang secara cepat mewarnai serat saraf yang hypertrophy sepanjang lamina propria dan muscularis propria pada jaringan.
Lebih terkini, simple suction rectal biopsy telah digunakan sebagai teknik mengambil jaringan untuk pemeriksaan histologis. Mukosa dan submukosa rektal disedot melalui mesin dan suatu pisau silinder khusus memotong jaringan yang diinginkan. Keunggulan pemeriksaan ini adalah dapat dengan mudah dilakukan diatas tempat tidur pasien. Akan tetapi, menegakkan diagnosis penyakit Hirschsprung secara patologis dari sampel yang diambil dengan simple suction rectal biopsy lebih sulit dibandingkan pada jaringan yang diambil dengan teknik full-thickness biopsy. Kemudahan mendiagnosis telah diperbaharui dengan penggunaan pewarnaan asetilkolinesterase, yang secara cepat mewarnai serat saraf yang hypertrophy sepanjang lamina propria dan muscularis propria pada jaringan.
Penemuan Histologis
Baik pleksus myenteric (Auerbach) dan pleksus submukosa
(Meissner) tidak ditemukan pada lapisan muskuler dinding usus. Serat saraf yang
mengalami hypertrophy yang terlihat dengan pewarnaan asetilkolinesterase juga
ditemukan sepanjang lamina propria dan muscularis propria. Sekarang ini telah
terdapat pemeriksaan imunohistokimia dengan calretinin yang juga telah
digunakan untuk pemeriksaan histologis usus aganglionik, dan terdapat
penelitian yang telah menyimpulkan bahwa pemeriksaan ini kemungkinan lebih
akurat dibandingkan asetilkolinesterase dalam mendeteksi aganglionosis.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting
pada HD. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak
rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar. Pemeriksaan
yang merupakan standar dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah barium
enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas
- Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi
- Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi. Daerah transisi merupakan regio dimana ditandai dengan terjadinya perubahan kaliber dimana kolon yang berdilatasi normal diatas dan kolon aganglionik yang menyempit dibawah.
- Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda
khas HD, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah
24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah
terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon. Sedangkan
pada penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis,
maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
Seperti kelainan kongenital lainnya, HD memerlukan diagnosis
klinik secepat dan intervensi terapi secepat mungkin, untuk mendapatkan hasil
terapi yang sebaik-baiknya. Tergantung
pada jenis segmen yang terkena. pada hirschprung ultra short dilakukan miektomi
rektum, sedangkan pada bentuk short segmen, tipikal, dan long segmen dapat
dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan beberapa bulan kemudian baru dilakukan
operasi definitif dengan metode Pull Though Soave, Duhamel maupun Swenson.
Apabila keadaan memungkinkan, dapat dilakukan Pull Though satu tahap tanpa
kolostomi terlebih dahulu. persiapan operasi meliputi dekompresi kolon dengan
irigasi rektum, stabilisasi cairan dan elektrolit, asam basa serta temperatur,
pemberian antibiotik. Perawatan pasca operasi meliputi dekompresi abdomen
dengan tetap memasang pipa rektum,antibiotik injeksi, stabiltasi cairan dan
elektrolit serta asam basa.
Penanganan operatif
Penanganan operatif Hirschsprung dimulai dengan diagnosis
dini, yang biasanya membutuhkan biopsi rektal full-thickness. Pada umumnya,
penatalaksanaan awal yaitu dengan membuat colostomy dan ketika anak memiliki
berat lebih dari 10 kg, operasi definitif dapat dilakukan. Standar
penatalaksanaan ini dikembangkan pada tahun 1950 setelah laporan tingginya
angka kebocoran dan striktur pada prosedur tunggal yang dideskripsikan oleh
Swenson. Akan tetapi, dengan kemajuan anastesia yang lebih aman dan monitoring
hemodinamika yang lebih maju, prosedur penarikan tanpa membuat colostomy
semakin sering digunakan. Kontraindikasi untuk prosedur tunggal ini adalah
dilatasi maksimal usus bagian proksimal, entercolitis berat, perforasi,
malnutrisi, dan ketidakmampuan menentukan zona transisional secara akurat. Untuk
neonatus yang pertama kali ditangani dengan colostomy, mulanya zona transisi
diidentifikasi dan colostomy dilakukan pada bagian proksimal area ini.
Keberadaan sel ganglion pada lokasi colostomy harus dikonfirmasi dengan biopsi
frozen-section. Baik loop atau end-stoma dapat dikerjakan, biasanya tergantung
dari preferensi ahli bedah.
Beberapa prosedur definitif telah digunakan, kesemuanya
telah memberikan hasil yang sempurna jika dilakukan oleh ahli bedah yang
berpengalaman. 3 jenis teknik yang sering digunakan adalah prosedur Swenson,
Duhamel, dan Soave. Apapun teknik yang dilakukan, pembersihan kolon sebelum operasi
definitif sangat penting.
Prosedur Swenson
Prosedur ini adalah prosedur pertama untuk operasi
penyakit Hirschsprung dengan metode “pull-through”. Tehnik ini diperkenalkan
pertama kali oleh Swenson dan Bill pada tahun 1948. Segmen yang aganglionik
direseksi dan puntung rektum ditinggalkan 2-4 cm dari garis mukokutan kemudian
dilakukan anastomosis langsung diluar rongga peritoneal. Pada prosedur
ini enterokolitis masih dapat terjadi sebagai akibat spasme puntung rektum yang
ditinggalkan. Untuk mengatasi hal ini Swenson melakukan sfingterektomi parsial
posterior.
Prosedur Duhamel
Prosedur
Duhamel pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai modifikasi prosedur
Swenson. Poin utamanya adalah pendekatan retrorektal digunakan dan beberapa
bagian rektum yang aganglionik dipertahankan. Usus aganglionik direseksi hingga
ke bagian rektum dan rektum dijahit. Usus bagian proksimal kemudian diposisikan
pada ruang retrorektal (diantara rektum dan sakrum), kemudian end-to-side
anastomosis dilakukan pada rektum yang tersisa
Prosedur Soave (Endorectal Pull Through)
Prosedur
Soave diperkenalkan pada tahun 1960, intinya adalah membuang mukosa dan
submukosa dari rektum dan menarik usus ganglionik ke arah ujung muskuler rektum
aganglionik. Awalnya, operasi ini tidak termasuk anastomosis formal, tergantung
dari pembentukan jaringan parut antara segmen yang ditarik dan usus yang
aganglionik. Tahun 1960 Soave melakukan pendekatan abdominoperineal,
dengan membuang lapisan mukosa rektosigmoid. Prosedur ini kemudian dimodifikasi oleh Boley dengan membuat anastomosis primer pada anus.
Prosedur
Rehbein.
Setelah
dilakukan reseksi segmen yang aganglionik kemudian dilakukan anastomosis “end
to end” antara kolon yang berganglion dengan sisa rektum, yang dikerjakan
intraabdominal ekstraperitoneal. Tehnik ini sering menimbulkan obstipasi akibat
sisa rektum yang aganglionik masih panjang.
Myomectomy anorectal
Untuk
anak dengan penyakit Hirschsprung dengan segmen yang sangat pendek, membuang
sedikit bagian midline posterior rektal merupakan alternatif operasi lainnya. Prosedur
ini membuang 1 cm dinding rektal ekstramukosal yang bermula sekitar proksimal
garis dentate. Mukosa dan submukosa dipertahankan dan ditutup.
Prosedur
Transanal Endorectal Pull-Through.
Tehnik
ini dilakukan dengan pendekatan lewat anus. Setelah dilakukan dilatasi anus dan
pembersihan rongga anorektal dengan povidon-iodine, mukosa rektum diinsisi
melingkar 1 sampai 1,5 cm diatas linea dentata. Dengan diseksi tumpul rongga
submukosa yang terjadi diperluas hingga 6 sampai 7 cm kearah proksimal. Mukosa
yang telah terlepas dari muskularis ditarik ke distal sampai melewati anus
sehingga terbentuk cerobong otot rektum tanpa mukosa.
Keuntungan
prosedur ini antara lain lama pemondokan dan operasi lebih singkat, waktu
operasi lebih singkat, perdarahan minimal, feeding dapat diberikan lebih awal,
biaya lebih rendah, skar abdomen tidak ada. Akan tetapi masih didapatkan
komplikasi enterokolitis, konsipasi dan striktur anastomosis.
Komplikasi
Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat digolongkan atas kebocoran anastomose, stenosis, enterokolitis dan gangguan fungsi spinkter.
Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat digolongkan atas kebocoran anastomose, stenosis, enterokolitis dan gangguan fungsi spinkter.
Kebocoran anastomose
Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh
ketegangan yang berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang tidak
adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar
anastomose serta trauma colok dubur atau businasi pasca operasi yang dikerjakan
terlalu dini dan tidak hati-hati. Manifestasi klinis yang terjadi akibat
kebocoran anastomose ini beragam, mulai dari abses rongga pelvik, abses
intraabdominal, peritonitis, sepsis dan kematian
Stenosis
Stenosis yang terjadi pasca operasi dapat disebabkan oleh
gangguan penyembuhan luka di daerah anastomose, serta prosedur bedah yang
dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya disebabkan komplikasi prosedur Swenson
atau Rehbein, stenosis posterior berbentuk oval akibat prosedur Duhamel
sedangkan bila stenosis memanjang biasanya akibat prosedur Soave. Manifestasi yang
terjadi dapat berupa, distensi abdomen, enterokolitis hingga fistula perianal.
Enterokolitis
Enterokolitis merupakan komplikasi yang paling berbahaya,
dan dapat berakibat kematian. Swenson mencatat angka 16,4% dan kematian akibat
enterokolitis mencapai 1,2%. Kartono mendapatkan angka 14,5% dan 18,5%
masing-masing untuk prosedur Duhamel modifikasi dan Swenson. Sedangkan angka
kematiannya adalah 3,1% untuk prosedur Swenson dan 4,8% untuk prosedur Duhamel
modifikasi. Tindakan yang dapat dilakukan pada penderita dengan tanda-tanda
enterokolitis adalah segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit,
pemasangan pipa rektal untuk dekompresi, melakukan wash out dengan cairan
fisiologis 2-3 kali perhari serta pemberian antibiotika yang tepat.
tolong sertakan pengarang tiap tiap sub jika memang ada referensinya . trimakasih
BalasHapusIt was during my research on HIV/Herpes that I stumbled upon the Hiv/Herpes information; information which is quite easy to find when doing a search for STD on google. I was into conspiracy at the time thought of HIV/Herpes Cured' being a conspiracy was something Ignorance though,I found pretty interesting about herbal medicine. I asked questions about the Herbal cure's on official HIV/Herpes websites and I was banned for doing so by moderators who told me that I was parroting Hiv/Herpes propaganda. This reinforced my belief that there is a cure for Hiv/Herpes Then i found a lady from germany name Achima Abelard Dr Itua Cure her Hiv so I send him a mail about my situation then talk more about it and send me his herbal medicine I drank for two weeks.And today I'm Cured no Hiv/Herpes in my life,I searched for Hiv/Herpes groups to attempt to make contact with people in order to learn more about Hiv/Herpes Herbal Cure's I believed at this time that you with the same disease this information is helpful to you and I wanted to do the best I could to spread this information in the hopes of helping other people.That Dr Itua Herbal Medicine makes me believes there is a hope for people suffering from,Parkinson's,Alzheimer’s disease,Bechet’s disease,Crohn’s disease
BalasHapus,Cushing’s disease,Heart failure,Multiple Sclerosis,Hypertension,Colo_Rectal Cancer,Lyme Disease,Blood Cancer,Brain Cancer,Breast Cancer,Lung Cancer,Kidney Cancer,Love Spell,psoriasis,Lottery Spell,disease,Schizophrenia,Cancer,Scoliosis,Fibromyalgia,Fluoroquinolone Toxicity Syndrome Fibrodysplasia Ossificans Progressiva.Infertility,Tach Disease ,Epilepsy ,Diabetes ,Coeliac disease,,Arthritis,Amyotrophic Lateral Sclerosis,Autism,Alzheimer's disease,Adrenocortical carcinoma.Asthma, (measles, tetanus, whooping cough, tuberculosis, polio and diphtheria)Allergic diseases.Parkinson's disease,Schizophrenia,Lung Cancer,Breast Cancer,Colo-Rectal Cancer,Blood Cancer,Prostate Cancer,siva.Fatal Familial Insomnia Factor V Leiden Mutation ,Epilepsy Dupuytren's disease,Desmoplastic small-round-cell tumor Diabetes ,Coeliac disease,Creutzfeldt–Jakob disease,Cerebral Amyloid Angiopathy, Ataxia,Arthritis,Amyotrophic Lateral Scoliosis,Fibromyalgia,Fluoroquinolone Toxicity
Syndrome Fibrodysplasia Ossificans ProgresSclerosis,Seizures,Alzheimer's disease,Adrenocortical carcinoma.Asthma,Allergic diseases.Hiv_ Aids,Herpe ,Copd,Glaucoma., Cataracts,Macular degeneration,Cardiovascular disease,Lung disease.Enlarged prostate,Osteoporosis.
Dementia.,Hiv_ Aids,Herpes,Inflammatory bowel disease ,Copd,Diabetes,Hepatitis,I read about him online how he cure Tasha and Tara,Conley,Mckinney and many more suffring from all kind of disease so i contacted him . He's a herbal doctor with a unique heart of God, Contact Emal..info@drituaherbalcenter.com / drituaherbalcenter@gmail.com Phone or whatsapp..+2348149277967.