Selasa, 19 Februari 2013

INTESTINAL STOMA


Ditulis oleh : Sudiyatmo, MD
Ditulis saat menjalani stase PPDS Bedah di RSUD Suliki (Februari 2013)
Reference :
  • Principle and Practice of Surgery for the Colon, Rectum and Anus, 3rd  edition.
  • Maingot’s Abdominal Operations
  • Zollinger’s Atlas of Surgical Operations, 8 th edition
  • The ASCRS Textbook of Colon and Rectal Surgery.


OVERVIEW
            Rata-rata 100.000 pasien menjalani operasi pembuatan stoma tiap tahunnya di Amerika Serikat. Sebagian besar pasien-pasien tersebut akan mengalami komplikasi akibat prosedur pembedahan maupun akibat adanya stoma, problem tersebut meliputi berbagai komplikasi pada kulit, masalah bau yang tidak sedap, kecemasan, depresi, disfungsi seksual, dan isolasi sosial. Keputusan mengenai diperlukan atau tidaknya pembuatan stoma sangat dibutuhkan. Begitu pula dengan teknik operasi dan kemampuan perawat stoma merupakan hal yang juga penting untuk penatalaksanaan pasien yang lebih baik.
ILEOSTOMI
Sejarah. Baum, pada tahun 1879, merupakan ahli bedah pertama yang melakukan ileostomi pada pasien ileus obstruksi akibat kanker kolon ascenden. Pasien tersebut survive, namun akhirnya meninggal setelah operasi ke-2, untuk reseksi kanker kolon ascenden dan anastomose ileocolica. Kraussold, Billroth, Bergman, dan Maydl, merupakan ahli bedah yang mulai sering melakukan ileostomi sejak abad ke-19 dengan  hasil yang baik.
Sejak saat itu teknik pembuatan ileostomi terus mengalami perkembangan. Pencapaian terbaik dilakukan oleh Dr.Alfred Strauss dari Chicago, pada tahun 1920, yang melakukan ileostomi dan kolektomi pada pasien kolitis ulseratif pada seorang ahli kimia yang bernama Koenig. Koenig kemudian membuat ileostomi bag, yang secara komersial kemudian dikenal dengan Koenig-Rutzen bag. Ileostomi bag ini kemudian digunakan secara luas hingga tahun 1950.
Seiring dengan perkembangan teknik ileostomi, maka para ahli juga mulai mempelajari komplikasi-komplikasi yang muncul pasca ileostomi. Crile dan Turnbull mengemukakan masalah cairan ileostomi sebagai penyebab terjadinya serositis pada permukaan serosa yang terekspos. Kemudian mereka menganjurkan untuk melapisi serosa dengan lapisan mukosa yang dieversikan akan meminimalisir disfungsi ileostomi. Akhirnya Brooke, pertama kali memperkenalkan teknik full-thickness eversi pada mukosa, yang kemudian diterima secara universal. Prosedur ini juga disebut dengan maturasi ileostomi.
Dua even yang menandai suksesnya operasi pembuatan stoma dan rehabilitasi pasien dengan stoma adalah dengan dibentuknya klub ileostomi pertama di rumah sakit Maount Sinai New York pada tahun 1951 dan diadakannya program pendidikan untuk perawat stoma oleh Rupert  Turnbull pada tahun 1961. Sampai 1997 terdapat 2300 perawat telah mendapat sertifikasi untuk merawat stoma.
Peningkatan kualitas hidup pasien dengan stoma mencakup perkembangan alat-alat stoma. Teknik operasi dikembangkan untuk tetap menjaga viabilitas stoma. Kebutuhan akan perawat stoma juga sangat memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas hidup pasien dengan stoma.

FISIOLOGI ILEOSTOMI
Segera setelah menjalani operasi dengan prosedur ileostomi, maka seorang pasien akan mengalami tiga fase adaptasi. Tiga hari pertama cairan yang keluar akan makin menigkat jumlahnya dan berada pada puncaknya pada hari ke-3 dan ke-4. Fase kedua, tiga hari berikutnya, jumlah cairan mulai stabil, mengental dan berkurang produksinya. Fase ke-3, adaptasi terjadi pada minggu pertama sampai minggu ke-8 dengan berkurangnya jumlah dan mengentalnya cairan stoma. Setelah tiga proses adaptasi tersebut selesai, maka jumlah cairan ileostomi, pada kasus tanpa reseksi usus halus, berjumlah 200-700cc perhari. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa periode kritis untuk terjadinya dehidrasi akut berada pada hari ke-3 sampai hari ke-8. Oleh karena itu, pada periode tersebut tersebut pergantian cairan dan elektrolit harus benar-benar diperhatikan. Sehingga pasien sebaiknya tidak segera dipulangkan sampai hari ke-9 atau ke-10.
Usus halus akan melakukan adaptasi  dengan melakukan reabsorpsi cairan dan elektrolit. Pada orang normal sekitar 1500-2000 cc per hari cairan masuk ke usus besar. Pada pasien dengan ileostomi 70%-80% cairan ini akan direasorpsi.  Perubahan diet tidak akan berpengaruh banyak terhadap produksi ileostomi. Puasa akan mengurangi produksi ileostomi 50-100 cc perhari. Volume urin akan relatif berkurang sebanyak 40%-50%.
Pasien dengan ileostomi baik tanpa reseksi atau disertai dengan reseksi ileum <100 cm biasanya dapat mempertahankan kebutuhan nutrisi secara normal dan pasien dapat mempertahankan berat badannya. Reseksi yang >100 cm pada ileum terminal akan menyebabkan gangguan penyerapan vitamin B12, sehingga dibutuhkan suplemen viamin B untuk mencegah anemia megaloblastik.

PERUBAHAN METABOLIK PASIEN ILEOSTOMI
Individu normal akan kehilangan 2-10 mEq natrium setiap harinya melalui feses, pasien ileostomi rata-rata akan kehilangan 60 mEq natrium perhari. Perubahan tersebut jarang menimbulkan kompensasi pada ginjal. Pasien ileostomi akan mengalami peningkatan sekresi mineralkortikoid secara kronis untuk meningkatkan reabsorpsi air dan natrium. Jika pasien dapat beradaptasi dengan baik maka jarang terjadi dehidrasi.
Pada pasien dengan ileostomi komposisi bakteri juga mengalami perubahan. Gorbach et al, menyebutkan jumlah total bakteri akan meningkat rata-rata 80 kali dibandingkan ileum normal. Peningkatan jumlah bakteri ini meliputi bakteri aerob dan non-aerob.
Faktor yang paling penting yang dapat mempengaruhi jumlah cairan ileostomi adalah panjang usus yang tidak mengalami cidera pada bagian proksimal ileostomi. Peningkatan indeks masa tubuh akan meningkatkan jumlah cairan. Intake cairan tidak banyak berpengaruh. Peningkatan diet yang disertai dengan lemak berlebih juga akan meningkatkan produksi cairan. Peningkatan konsumsi serat yang >16 gram/hari akan meningkatkan jumlah cairan sebanyak 20%-25%. Overproduksi cairan asam lambung akan berkontribusi pada jumlah cairan ileostomi. Dimana cairan ileostomi akan berkurang dengan mengkonsumsi obat anti sekresi asam lambung seperti omeprazole. Transit makanan pada saluran pencernaan akan lebih lambat pada  pasien dengan end ileostomi. Adaptasi akan terjadi diatas periode satu tahun, dengan mekanisme yang tidak diketahui.
Terdapat hubungan bermakna pasien ileostomi dengan kejadian batu empedu pada pasien tersebut. Pada pasien yang dapat beradaptasi dengan baik hal ini tidak terjadi. Namun pada pasien yang mengalami reseksi ileum, sirkulasi entero-hepatiknya akan terganggu. Pada wanita dengan ileostomi, terjadinya batu empedu akan meningkat tiga kali lipat. Pasien juga dapat mengalami resiko yang lebih besar untuk terjadinya batu saluran kemih. Hal ini dkarenakan dehidrasi kronis dan meningkatnya tingkat keasaman pada urin.
Diare dapat terjadi pada pasien dengan ileostomi. Hal dapat terjadi akibat resksi ileum yang panjang, pertumbuhan bakteri yang berlebihan, terjadinya enteritis, dan infeksi. Pada sebagian besar kasus, penatalaksanaanya akan sama dengan terapi pada individu normal. Perhatian lebih kepada rehidrasi cairan dan elektrolit karena pasien berisiko untuk dehidrasi dan kelainan metabolik.
Hal yang juga sering kali dilupakan oleh ahli bedah adalah faktor-faktor yang mempengaruhi penempatan/lokasi stoma. Faktor-faktor ini antara lain; pekerjaan, gaya berpakaian, tingkat aktivitas harian, kontur dinding perut saat duduk dan berdiri, dan keterbatasan fisik. Faktor-faktor lain juga mencakup, insisi abdomen sebelumnya dan penonjolan tulang. Di luar negeri, pada kasus-kasus pasien elektif, tugas ini dilakukan oleh perawat stoma sambil mengkomunikasikannya dengan pasien dan dokter bedah.  Suatu keharusan bagi seorang ahli bedah untuk mempelajari skill ini, terutama jika tidak memiliki perawat stoma.
Secara umum standar ostomi berada pada samping kanan atau kiri garis midline, dan diatas atau rektus abdominis. Pada posisi supine, dapat ditandai dengan jarak 5 cm dari insisi abdomen sebelumnya, dari penonjolan tulang, pusar, dan garis ikat pinggang pasien. Atau pada bagian lateral dan inferior dari umbilicus. Harus dipastikan bahwa pada posisi berdiri dan duduk, lipatan kulit tidak akan mengganggu penempelan dari ostomi bag. Pada pasien gemuk, stoma tidak boleh tersembunyi dibawah lipatan lemak yang tebal. Pada kasus-kasus seperti ini dapat dipikirkan lokasi stoma pad regio supraumbilical.

INDIKASI STOMA
Terdapat beberapa indikasi untuk dilakukannya pembuatan stoma. Secara umum ostomi dilakukan pada kasus dimana tidak dimunkinkannya untuk melakukan anasomose usus secara langsung dengan berbagai alasan, atau ditakutkan adanya resiko kegagalan pada sambungan usus. Atau pada kasus dimana tidak terdapat usus pada bagian distal seperti pada pasien pasca reseksi abdominoperineal. Ostomi dapat sementara/temporary atau permanen.


TIPE ILEOSTOMI – END ILEOSTOMI
End ileostomi diindikasikan pada kasus-kasus dengan prosedur proktokolektomi total, pada kasus-kasus inflammatory bowel diseases, poliposis familial atau penyakit kolon lainnya yang membutuhkan reseksi. End ileostomi hampir dipastikas sebagai prosedur stoma permanen pada kasus-kasus kolon diatas.
Setelah melakukan identifikasi pembuluh darah dan mesenterium, ileum direseksi dengan menggunakan stapler atau klem usus. Insisi sirkumferensial sepanjang 2,5 cm – 3cm dibuat pada kulit pada regio kanan bawah. Hal yang perlu diperhatikan adalah tidak melakukan eksisi/pembuangan lemak subkutis yang berlebihan, karena lemak tersebut akan berguna untuk ileostomi. Keating et al, menganjurkan insisi tranverse pada lipatan kulit.  Tidak dilakukan eksisi kulit dan lemak subkutis, sehingga akan mengurangi tegangan saat penjahitan.
Setelah melakukan insisi pada fascia, otot rektus dipisahkan dengan menggunakan klem. Setelah itu peritoneum dibuka sepanjang 3-4 cm, atau dengan ukuran diperkirakan sama dengan lebar masuknya jari telunjuk dan jari tengah ketika. Kemudian 5-6 cm ileum dikeluarkan dari lubang insisi, dan dilakukan fiksasi dengan menjahit ileum dengan peritoneum dan fascia posterior otot rektus dengan menggunakan benang yang dapat diserap.
Maturasi/eversi pada ileum dapat langsung dilakukan atau setelah dilakukan penutupan abdomen. Keuntungan maturasi setelah penutupan abdomen ialah mencegah masuknya isi ileostomi kedalam intra-abdominal atau pada luka. Sementara keuntungan maturasi langsung sebelum penutupan abdomen adalah memberikan kesempatan pada ahli bedah untuk memastikan viabilitas dari ileostomi. Maturasi dilakukan dengan cara melakukan penjahitan pada tiga titik yaitu; puncak/ujung ileum, lapisan seromuskular ileum, dan kulit. Jahitan tiga titik dapat dibuat pada tiga tempat terpisah dan simetris. Terdapat literatur yang menyebutkan bahwa penjahitan dilakukan pada subkutis, bukan pada bagian kulit. Hal ini dilakukan untuk mencegah penempelan sel-sel mukosa pada kulit, yang berakibat pada iritasi peristoma. Penjahitan terputus dengan menggunakan benang yang dapat diserap. Pada beberapa bagian defek (diantara jahitan tiga titik tersebut) dapat ditambahkan jahitan pada dua titik, yaitu kulit dan puncak ileum. Ileostomi harus menonjol minimal 2 cm diatas dinding abdomen.
Ileostomi dengan maturasi oleh Brooke telah diterima secara luas di seluruh dunia. Teknik ini dapat mencegah terjadinya retraksi stoma, serositis, dan obstruksi pada lobang ileostomi. Pada beberapa pasien, ileum yang direseksi boleh jadi mengalami oedem, pada kedaan ini maturasi dengan teknik Brooke tidak mungkin dilakukan. Pada situasi ini teknik Turnbull dapat diterapkan. Dengan melakukan reseksi pada lapisan serosa dan muscularis, dan eversi lapisan mukosa. Terdapat literatur yang menyebutkan bahwa ileum yang mengalami oedem dapat pula ditunda maturasinya hingga 2-7 hari, menunggu sampai berkurangnya oedem (secondarily matured).




TIPE ILEOSTOMI – LOOP ILEOSTOMI
Loop ileostomi umumnya digunakan untuk melindungi anastomose ileo-anal atau kolon yang beresiko untuk mengalami kebocoran. Atau juga pada kasus multiple anastomose pada kolon bagian distal, seperti pada kasus Crohn’s diseases. Walaupun loop kolostomi kolon transversum dapat dilakukan untuk melindungi anastomose tersebut, namun penggunaan ileostomi lebih dianjurkan. Jika dibandingkan dengan kolostomi, ileostomi lebih tidak berbau, dan memiliki efek samping yang lebih minimal dibandingkan dengan kolostomi kolon transversum. Disamping itu pada saat penutupan stoma, resiko sepsis pada ileostomi lebih minimal.
Loop ileostomi juga lebih mudah dibuat, penempatan stoma yang lebih baik, dan secara keseluruhan lebih ditolerir oleh pasien. Sementara loop kolostomi tranversum dengan lumen yang lebih besar, akan lebih sulit untuk melakukan eversi, bahkan lebih mudah untuk terjadi prolapse atau retraksi, penempatannya pada epigastrium juga sangat tidak nyaman untuk pasien.


Loop ileostomi biasanya dikerjakan pada saat laparotomi dan reseksi usus, sehingga eksposure lapang operasi diperoleh melalui insisi midline. Lokasi loop ileostomi sama seperti end ileostomi yaitu di kuadran kanan bawah. Panjang insisi kulit dapat lebih panjang. Loop ileostomi dikeluarkan dan dijaga jangan sampai terjadi pemuntiran pembuluh darah dan mesenterium. Loop ileostomi dimaturasi dengan melakukan insisi tranverse pada bagian distal usus (bukan ditengah-tengah). Setelah dilakukan insisi pada loop (insisi lebih ke bagian distal usus), akan terbentuk stoma fungsional atau stoma bagian proksimal yang berukuran lebih besar daripada stoma bagian distal. Eversi stoma bagian proksimal dilakukan dengan membuat jahitan pada tiga titik; ujung stoma dan seromuskular ileum dengan kulit. Pada beberapa bagian defek dapat ditambahkan jahitan pada dua titik; kulit dan puncak ileum.


Prasad et al, memodifikasi loop ileostomi dengan memotong ileum dan sebagian mesenterium dengan menggunakan stapler. Bagian proksimal ileum kemudian difiksasi dan dimaturasi seperti ileostomi Brooke. Bagian antemesenterium dari ileum distal difikasi dan dimaturasi pada kulit, sehingga terbentuk ileostomi distal yang lebih kecil. Modifikasi ini dapat berguna pada pasien dengan dinding abdomen yang tebal dan mesenterium yang pendek.


MUCOUS FISTULA
Terminologi mucous fistula mengacu pada bagian distal usus yang direseksi, dimana bagian tersebut kemudian dikeluarkan di atas kulit dan dimaturasi seperti layaknya stoma. Umumnya pada kasus-kasus reseksi usus, bagian proksimal usus dibuat sebagai bagian stoma fungsional tempat keluarnya feses. Sementara bagian distal dapat ditutup pada prosedur Hartmann atau ikut dikeluarkan seperti stoma. Pengeluaran bagian distal ini dikenal dengan istilah mucous fistula, karena bagian tersebut akan mengeluarkan mukus.
Manfaat dari mucous fistula ini adalah untuk mendekompresi usus bagian distal. Terutama penting pada kasus dimana masih terdapat obstruksi pada bagian distal usus, atau pada kanker kolon distal yang belum dapat diangkat. Jika usus bagian distal ini tidak dibuat seperti stoma, atau ditutup dengan penjahitan, maka akan menyebabkan terjadinya obstruksi closed loop, dimana usus bagian distal tersebut akan terisi oleh mukus, sekresi, dan bakteri, yang lama-kelamaan dapat menyebabkan ruptur dan peritonitis. Mucous fistula juga dapat digunakan untuk menilai usus bagian distal, melakukan irigasi, atau terapi.

PENUTUPAN LOOP ILEOSTOMI
Sebelum melakukan penutupan ileostomi, penting sekali untuk memastikan bahwa tidak terdapat obstruksi pada usus bagian distal. Penutupan ileostomi umumnya dapat dilakukan dengan melakukan insisi parastoma, tanpa harus melakukan laparotomi. Pada beberapa pasien, terutama pada pasien gemuk, atau pasien yang disertai dengan adhesi usus yang hebat, mungkin diperlukan ekspose dari insisi abdomen sebelumnya.
Insisi elips dengan jarak 1-2 mm dari stoma dapat dibuat, insisi dapat diperluas hingga 1 cm. Insisi diperdalam hingga mencapai fascia dan peritoneum. Bebaskan segmen proksimal dan distal usus dari perlengketan dengan peritoneum, hingga kedua segmen usus dapat dimobilisasi. Setelah itu penutupan ileostomi dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu;
  1. Anterior ileal wall closure
  2. Stomal resection with end-to-end anastomosis
  3. Functional end-to-end stapled anastomosis

KOLOSTOMI
Sejarah. Pada tahun 1776 Pillore, seorang dokter bedah dari Perancis, melakukan sekostomi perkutaneus, pada seorang pengusaha wine (minuman dari anggur) yang mengidap kanker rektum yang disertai dengan obstruksi usus. Walaupun pasien tersebut maninggal dunia dua minggu kemudian, sekostomi ini tercatat sebagai stoma pada kolon pertama kali yang dianggap berhasil. Sejak saat itu, mulai banyak dilaporkan prosedur kolostomi pada pasien dewasa yang mengalami obstruksi usus atau pada bayi yang mengalami anus imperforata.
Pada tahun 1884, Maydl memperkenalkan teknik kolostomi dengan menggunakan penyangga pada dinding abdomen. Pada 1921, Henri Albert Hartmann, seorang ahli bedah Perancis mengenalkan reseksi kolon rektosigmoid, dengan penutupan potongan distal/rectal stump, dan dengan end colostomi. Teknik yang dikenal dengan Hartmann’s procedure ini telah secara luas diterapkan hingga saat ini. Sementara itu Miles, pada tahun 1908 tercatat melakukan operasi dengan end sigmoid colostomy dan reseksi abdominoperineal.
Lebih lanjut berbagai teknik kolostomi dengan berbagai modifikasinya telah digunakan secara luas pada banyak pasien. Sementara itu, selama dua dekade terakhir, pembuatan end kolostomi telah berkurang dengan penggunaan stapler, sehingga memungkinkan untuk melakukan low anterior anastomosis.

TIPE KOLOSTOMI-SEKOSTOMI
Telah berabad-abad sekostomi telah dilakukan sebagai prosedur dekompresi untuk kasus-kasus obstruksi pada kolon. Sekostomi juga dianjurkan pada kasus perforasi, impending perforasi sekum, volvulus sekum, atau dilatasi kolon pada penyakit inflamasi kolon.
Sekostomi dapat dikerjakan melalui insisi tranverse pada kuadaran kanan bawah. Ketika peritoneum dibuka, akan tampak sekum yang mengalami distensi. Lakukan penjahitan purse-string sebanyak dua lapis dengan benang silk 3-0, kemudian insersikan kateter foley No.30, dan ditempatkan di puncak sekum. Dua jahitan purse-string tadi diperkuat untuk memfiksasi kateter. Kateter sekostomi ini dapat dilepas setelah 7-10 hari, dan fistula cecocutaneus diharapkan akan menutup spontan.
Komplikasi yang dapat terjadi setelah pemasangan sekostomi tube ini adalah; kebocoran perikateter, infeksi kulit lokal, ekskoriasi kulit, nyeri, dan colocutaneus fistula.
Beberapa penelitian mulai mempertanyakan penggunaan sekostomi. Karena pada hampir 50% kasus, sekostomi tidak memiliki kemampuan untuk mendekompresi kolon yang obstruksi. Beberapa literatur menyimpulkan bahwa sekostomi dapat dikerjakan pada kasus dengan indikasi yang dapat diterima seperti; volvulus, perforasi sekum dan pseudo-obstruksi.

LOOP COLOSTOMY
Pada masa lalu loop transverse colostomy umum dikerjakan sebagai diversi feses sementara, seperti pada kasus-kasus; obstruksi, inflamasi, trauma, low colorectal anastomosis, atau luka pada perineum. Namun saat ini loop kolostomi telah jarang digunakan dan digantikan oleh loop ileostomi atau loop sigmoid kolostomi. Loop kolostomi kolon sigmoid lebih familiar bagi para ahli bedah, hal ini dikarenakan teknik pembuatan yang lebih simple.
Pada awalnya terdapat tiga teknik dalam membuat fiksasi loop colostomi :
  1. Loop colostomy over fascila bridge
  2. Loop colostomy over rod (teknik ini yang banyak digunakan hingga saat ini)
  3. End-loop colostomy


Teknik Pembuatan Loop Kolostomi
Kolon sigmoid atau kolon descenden dimobilisasi sepanjang white line of Todlt seperti pada standar reseksi kolon descenden, dan segmen kolon yang sesuai dipilih sebagai stoma. Kolon harus dimobilisasi sedemikian rupa, sehingga dapat dengan mudah mencapai dinding abdomen. Hal ini sangat penting untuk menghindari tension pada saat pembuatan stoma, serta tertariknya stoma akibat mobilisasi yang tidak adekuat.
Peritoneum yang melekat pada dinding kolon, baik pada bagian medial atau lateral, dipisahkan dengan menggunakan elektrocouter. Lakukan palpasi dengan jari telunjuk dan ibu jari pada bagian mesenterium untuk menuntun klem pada saat memasukkan drain Penrose atau foley kateter sebagai penyangga. Insisi pada kulit dilakukan pada kuadaran kiri bawah, diatas otot rektus abdominis. Insisi diperdalam dengan memotong fascia anterior otot rektus, lakukan pemisahan otot rektus, dan loop kolon dikeluarkan melalui insisi tersebut.
Pada saat mengeluarkan loop kolostomi pada dinding abdomen hindari terjadinya pemuntiran. Usus bagian distal berada pada bagian inferior atau medial dari stoma, sementara bagian proksimal berada pada bagian superior atau lateral. Kemudian lakukan eversi dengan insisi pada loop, lebih ke bagian kolon distal. Sehingga bagian distal hanya menyisakan sedikit bagian saja untuk eversi.
Lakukan fiksasi pada tiga titik; lapisan seromuskular dan ujung kolon dengan lapisan dermis. Jahitan ini dapat dibuat pada tiga atau empat tempat yang simetris. Kemudian untuk menyempurnakan eversi dapat ditambahkan jahitan pada dermis dan ujung kolon diantara jahitan tiga titik tadi.


2 komentar: