Senin, 21 September 2015

Teratoma Sakrokoksigeal

Sumber : Principles of Pediatric Surgery, James A. O’Neill, Jr et al.

Teratoma adalah suatu neoplasma yang merupakan derivat dari sel totipotensial yang terdiri dari dua atau lebih lapisan sel germinal (ektoderm, endoderm, and mesoderm). Teratoma dapat terjadi pada hampir semua organ tapi lebih sering terjadi pada lokasi garis tengah (midline) atau para-aksial serta dapat dilihat dari otak hingga koksikgeal. Tumor dapat dalam bentuk padat atau kista (terkadang bercampur), dapat juga jinak (80%) atau ganas (20%), tersering ditemukan di leher, orofaring, mediastinum anterior, retroperitoneum, serta regio gonad, presakral, dan sakrokoksigeal. Berdasarkan laporan-laporan dari pusat kesehatan anak, teratoma tersering terjadi pada masa neonatus dan lokasi tersering adalah di sakrokoksigeal.

Marker Tumor
Protein serum fetal utama adalah AFP yaitu suatu alfa-globulin. Kadar AFP sering kali meningkat pada bayi baru lahir normal dan mencapai kadar dewasa pada usia 9 bulan. Setelah 4-5 hari reseksi tumor penghasil AFP, kadar AFP kembali mendekati normal yang bertahan karena sintesis hati. Pengamatan  kadar AFP pasca operasi harus dilakukan karena berguna untuk deteksi dini rekurensi tumor. Plasenta adalah penghasil hCG normal. Hormon glikoprotein yag terdiri dari sub unit α dan β. Pengukuran immunoassay hCG subunit β lebih spesifik untuk hormon ini.

Manifestasi Klinis dan Tata Laksana
Teratoma koksigeal merupakan bentuk tumor neonatal dan teratoma tersering. Dari seluruh teratoma, 50-70% berasal dari regio koksigeal. Dimana 80% terjadi pada perempuan dan 10% berasal dari kelahiran kembar. Sebagian besar kasus baru terdiagnosis pada saat baru lahir (bulan pertama kehidupan) dan kasus lainnya biasanya terlihat saat usia 4 tahun. Teratoma dapat dideteksi dengan pemeriksaan ultrasound prenatal. Gejala klinis pada fetus dengan teratoma dapat berupa polihidramnion dan perbesaran ukuran uterus yang tidak sesuai dengan usia kehamilan.
Temuan klinis yang tinggi mortalitasnya adalah hidrops fetalis dan plasentomegali. Kedua gejala ini merupakan manifestasi dari arterivenous shunting pada tumor. Hidrops fetalis berhubungan dengan dilatasi ventrikel jantung, peningkatan aliran darah aorta, dan dilatasi vena kava inferior. Tumor diklasifikasikan menurut Altman dkk. Tumor tipe I kebanyakan eksternal, menempel pada koksik dan hanya sedikit komponen presarkal (45,8%). Tumor tipe II terdapat massa eksternal dan pemanjangan signifikan pelvis presarkal (34%). Tumor tipe III dapat dilihat dari luar tapi sebagian besar massa terdapat dalam pelvis dan intra abdomen.




Gejala
Hampir sebagian besar teratoma eksternal asimtomatis, kecuali jika massanya besar. Ruptur pada tumor dapat terjadi akibat kesulitan saat proses melahirkan. Tumor pelvis atau tumor yang meluas ke dalam ronga abdomen dapat bermanifestasi berupa ko presi rektum atau rectosigmoid dan obstruksi saluran urinariuss. Munculnya gejala disfungsi neurologi mengindikasikan perluasan tumor intraspinal atau suatu kegansan. Kelainan-kelainan lain yang berhubungan dengan tumor presarkal adalah malformasi anorektal berupa anus imperforata, stenosis anorektal, agenesis anorektal, serta adanya kelainan spinal (The Currarino triad) berupa defek sakral sentral, hemivertebrae sakral, dan meningokel sakrum dan koksikgeal.

Gambar 2. Klasifikasi teratoma sakrokoksigeal 

Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik, pemeriksaan serologi AFP dan β-hCG, dan pemeriksaan radiografi lainnya. Pemriksaan foto polos tumor dapat menujukkan suatu kalsifikasi dan pada foto lateral dapat tampak pergeseran anterior rektum oleh tumor. Sakrum dapat muncul tidak normal (hemihemivertebrae, agenesis). CT Scan pelvis dengan kontras intravena dan rektal menunjukkan pergeseran traktus urinarius atau penyumbatan dan memperlihatkan adanya tumor lebih akurat. CT scan juga dapat mengevaluasi pembesaran nodus limfe peri aorta dan menujukkan jikat terdapat metasis hati. MRI bermanfaat untuk diagnostik pada kasus abnormalitas sakral vertebrae atau tumor yang meluas sampai medula spinalis. Rontgen thoraks dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan metastasi paru. Diagnosis banding tumor sakrokoksigeal termasuk limfomeningokel, limfoma, kordoma, duplikasi rektal, dan kista epideroid. Neuroblastoma juga dapat muncul pada area pre sakral.

Tatalaksana
Pilihan terapi untuk teratoma sakrokoksigeal adalah reseksi komplit. Variasi  pendekatan operatif tergantung pada luas tumor. Pendekatan sakral posterior dibutuhkan untuk lesi tipe I dan II, dimana prosedur abdominosakral kombinasi dibutuhkan untuk tumor tipe III dan IV kecuali untuk kasus darurat yang sangat jarang yang berhubungan dengan ruptur tumor, perdarahan eksternal, shunting intra tumor atau perdarahan yang dapat mempengaruhi hemodinamik neonatus dengan sangat buruk. Tumor dapat direseksi dengan operasi elektif pada minggu pertama kehidupan.
Pada pasien dengan tumor eksternal, prosedur dilakukan dengan posisi pronasi (knee chest) dengan bantuan pinggul dan bahu supaya ekspansi dada anterior adekuat selama anastesi. Prosedur dilaksanakan dengan insisi chevron terbalik (inverted chevron) dengan apeks di posisikan di atas dasar teratoma. Insisi memungkinkan paparan yang sangat baik dan memungkinkan penutupan luka jauh dari orifisium anal. Setelah mengangkat kulit dari tumor, otot rekto rektal yang telah dilemaskan harus diidentifikasi secara hati-hati. Massa diimobilisasi dekat dengan kapsulnya dan hemostasis dijaga dengan elektrokauter. Pembuluh darah utama pada tumor biasanya berkembang dari arteri primitif mid-sakral atau dari arteri cabang hipogastrik. Setelah pemisahan koksik dari sakrum, pembuluh dapat diobservasi melewati ruang pre sakral anterior ke koksikgeal. Pada lesi dengan vaskularisasi yang banyak, ligasi pembuluh trans abdominal atau oklusi vaskluar sementara pada aorta bagian bawah disebutkan dapat mengurangi perdarahan selama diseksi pre sakral dan pelvis. Otot recto-rectal disambung kembali dan otot levator disambung ke bagian superior untuk menaikkan dan menunjang rektum. Kateter suction kecil dipasang pada ruang rekto rektal dan pre sakral dan ditempatkan di bagian lateral luka. Luka ditutp lapis demi lapis dengan jahitan interrupted yang dapat diserap. Penutup diletakkan di atas luka untuk menghindari kontaminasi feses. Pasien tetap dalam posisi telungkup selama beberapa hari untuk mempertahankan kebersihan luka. Pada bayi dengan tumor sakrokoksigeal tipe III dan IV kombinasi prosedur abdominal dan perineal dilaksanakan. Dimulai dari insisi laparotomi transversal pada abdomen bawah untuk memobilisasi seluruh bagian tumor yang ada di abdomen dan untuk mengontrol suplai darah. Luka abdomen ditutup dan pasien dibalikkan dan diposisikan pada posisi telungkup untuk prosedur bagian sakral.
Komplikasi tersering dari insisi teratoma sakrokoksigeal adalah perdarahan intra operatif. Reseksi teratoma dengan perluasan intra pelvis dan intra peritoneal berhubungan dengan retensi urine temporer atau persiten pada periode post operatif dengan kesulitan menahan buang air besar. Penyebab utama mortalitas adalah syok hemoragik.

Terapi Adjuvan

Hampir seluruh teratoma sakrokoksigeal pada bayi baru lahir adalah teratoma benigna (97%) dan membutuhkan terapi lain setelah reseksi komplit. pada saat ini angka harapan hidup >95% pasien dimonitor secara periodik dengan menggunakan kadar AFP, foto thoraks, dan pemeriksaan fisik teliti dengan pemeriksaan yang dipusatkan pada anus.Pada kasus yang sangat jarang tumor jinak yang sudah direseksi atau diangkat dapat berhubungan dapat menjadi keganasan berulang.. Insiden keganasan pada lesi sakrokoksigeal adalah 20% dan termasuk karsinoma embrional tumor sinus endodermal, tumor sel germinal, dan koriokarsinoma. Tumor ganas diterapi dengan kemoterapi adjuvan. Obat kemo neoplastik yang paling aktif adalah cisplastin, bleomisin, dan vinblastin. Walaupun teratoma ganas memiliki prognosis buruk pada masa lalu laporan terkini menyebutkan harapan hidup setelah pemberian kemoterapi intensif. Setelah spesimen biopsi diambil untuk menentukan keganasan, pasien diterapi dengan kemoterapi kombinasi. Kadar AFP, CT Scan dan Rontgen thoraks dimonitor ketat jika respon tumor baik, reseksi tumor dapat dicoba. Reseksi komplit mungkin dilakukan setelah kemoterapi, gambaran histologis tumor sering menjadi teratoma benigna menggambarkan hasil destruksi komponen maligna dari kemoterapi. 

Minggu, 20 September 2015

Neuroblastoma

Sumber : Principles of Pediatric Surgery, James A. O’Neill, Jr et al.

Neuroblastoma merupakan tumor embrional  yang berasal dari neural crest pada saraf simpatis, meliputi otak, leher (3%), mediastinum (20%), gangglion parasimpatis di paraaorta (24%), pelvis (3%) dan medula adrenalis (50%). Lebih dari 25% kasus terdiagnosa sebelum usia 1 tahun, 50% kasus sebelum 2 tahun dan 90% sebelum usia 8 tahun. Alkohol sebagai teratogen, pada wanita hamil yang mengkonsumsi alkohol dapat terjadi carcinoma adrenal. Metabolit tumor pada janin akan menimbulkan gejala hipertensi, berkeringat, nyeri kepala, dan palpitasi pada ibu.
Sel – sel neuroblastoma mensekresikan banyak produk, termasuk hormon vasoactive intestinal polypeptida (VIP) dan substansi vasoaktif lain  seperti katekolamin  homovanilic acis (HVA).

Manifestasi Klinik
             Gejala neuroblastoma sangat bervariasi berdasarkan lokasi tumor dan ada tidaknya metastasis tumor. Metastasis terjadi secara hematogen dan paling banyak terjadi pada tulang, hati dan kulit, jarang bermetastasis ke paru dan otak. Neuroblastoma muncul sebagai masa padat, keras, dan noduler. Tumor pada gangglion stellate dapat muncul sebagai Honer’s Syndrome (ptosis, miosis, anhidrosis dan heterochromia). Manifestasi sistemik, seperti anemia, gagal tumbuh, penurunan berat badan, dan malnutrisi akan terjadi pada stadium lanjut. Hipertensi umum terjadi, sebagai akibat pelepasan katekolamin dari tumor. Paraplegia atau sindrom cauda equina dapat terjadi sebagai akibat perluasan tumor pada foramen intervertebralis.
Diagnosis neuroblastoma ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan radiologis dan analisis kimia secara serial. Foto rontgen sederhana yang mencakup area leher, dada dan abdomen dapat menunjukkan adanya kalsifikasi pada tumor. USG sebagai modalitas awal untuk masa pada leher dan abdomen, yang akan menunjukkan massa solid yang berlobus. Pada tumor retroperitoneal, CT scan dengan kontras dapat membedakan Wilms’ tumor dengan neuroblastoma dan CT dapat menunjukkan adanya metastasis ke hati.  MRI merupakan teknik pencitraan yang paling berguna dalam mencari tahu adanya tumor extradural dan adanya keterlibatan sumsum tulang dan gangguan pembuluh darah besar. Scan tulang menggunakan isotop technetium-99m biasanya dapat mengetahui adanya metastasis pada korteks tulang dan isotop tersebut ditangkap oleh tumor primer. Iodin-123 berguna untuk identifikasi tumor primer dan metastasis. Aspirasi sumsum tulang dapat menunjukkan rosettes dari metastasis neuroblast. Immunositologi dari aspirasi sumsum tulang lebih sensitif untuk mendeteksi sel tumor dan juga dapat menginformasikan tentang prognosis. Selain itu, adanya peningkatan LDH pada pemeriksaan darah merupakan marker adanya perubahan cepat pada sel yang diproduksi oleh sel tumor.





Gambar 1. CT scan abdomen pasien dengan neuroblastoma kiri

Staging dan Penatalaksanaan
Staging tumor penting sebagai petunjuk terapi dan dalam penentuan prognosis.
Evans Staging System
Stage
Description
I
Tumor terbatas pada organ asalnya
II
Tumor meluas melebihi organ asalnya tapi tidak melewati midline; nodus limfatikus unilateral mungkin terlibat
III
Tumor meluas melewati midline; nodus limfatikus bilateral mungkin terlibat
IV
Metastasis jauh (tulang, organ lain, jaringan lunak, nodus limfatikus jauh)
IV-S
Dapat berupa stage I atau II; adanya penyakit pada liver, jaringan subkutan dan sumsum tulang, tapi tanpa bukti keterlibatan korteks tulang


Bila tidak ada metastasis dan tumor memungkinkan untuk direseksi, operasi diindikasikan dengan tujuan reseksi komplit.  Kemudian, tumor segera dikirim untuk pemeriksaan pathologi guna pemeriksaan DNA flow cytometry, N-myc oncogene, dan electromicroscopy. Pada pasien dengan metastasis dan tumor yang besar, serta pada pasien yang tumornya tidak memungkinkan direseksi tanpa mengangkat organ signifikan seperti ginjal, duodenum, atau pembuluh darah besar, diagnosis dapat dibuat secara klinis dengan munculnya tumor dan peningkatan katekolamin dalam urin. Pemeriksaan ini idealnya dilaksanakan dengan open biopsi dan membutuhkan minimal 1 gram tumor yang viable; atau sebagai alternatif, dengan biopsi perkutaneus menggunakan core needle atau biopsi sumsum tulang, terutama pada pasien dengan resiko operasi buruk. Bila tumor berespon baik, direncanakan second-look surgery (atau delayed primary surgery) setelah 3 bulan dengan tujuan komplit reseksi makroskopik.
Beberapa tahun belakangan, penggolongan resiko telah membantu dalam pedoman terapi. Untuk pasien resiko rendah tanpa gejala ancaman terhadap organ atau nyawa, terapi kuratif biasanya dengan operasi, dan kemoterapi, yang bukan tanpa resiko bagi infant muda, dilakukan hanya pada pasien dengan rekurensi atau progresif. Untuk pasien resiko menengah ditatalaksana dengan kemoterapi kombinasi. Agen yang teraman dan terefektif adalah siklofosfamid, doxorubicin, carboplatin dan etoposide; vincristin, cisplatin dan agen lainnya juga aktif. Untuk pasien resiko tinggi, prognosis yang buruk membutuhkan kombinasi dari berbagai agen kemoterapi, kemudian dilanjutkan operasi untuk mendapatkan remisi komplit (tidak terlihat secara makroskopis). Radioterapi lokal dapat digunakan kemudian jika ada ada tumor yang tidak dapat direseksi. Selain itu, radioterapi diberikan pada tumor primer karena tingginya angka rekurensi lokal.
Tumor dapat muncul dalam berbagai bentuk, dapat sebagai hepatomegali masif dengan distres pernapasan dan gejala neurologis akibat cord compression. Kemoterapi dosis rendah dengan atau tanpa radiasi dosis rendah biasanya efektif untuk menghentikan pertumbuhan tumor. Pada beberapa anak dapat timbul paraplegi, paresthesi, atau gangguan gaya berjalan dikarenakan kompresi tumor pada spinal cord. Hal ini sering terjadi pada tumor mediastinal posterior yang dapat menginfiltrasi ke dalam foramen nerve trunks. Dilakukan kemoterapi untuk mengecilkan tumor. Operasi reseksi dilakukan pada pasien yang menunjukkan kemunduran progresif neurologis setelah pemberian kemoterapi.

Prognosis
Dua kunci utama pada angka kelangsungan hidup neuroblastoma adalah umur pasien dan stadium penyakit saat didiagnosis. Infants mempunyai angka kelangsungan hidup yang lebih baik. Anak dengan tumor primer di leher atau pelvis mempunyai 100% survival rate, sementara itu yang dengan tumor mediastinum mempunyai 81% survival rate. Prognosis terburuk pada infants dan anak dengan tumor primer retroperitoeum (adrenal dan paraspinal). Jumlah yang tinggi dari LDH, NSE, dan Feritin menandakan adanya tumor yang besar dengan banyak perubahan pada sel yang dihubungkan dengan prognosis buruk. Namun marker tersebut saat ini kurang signifikan dibandingkan N-Myc oncogen.
Prognosis buruk terjadi pada pasien stage III atau IV, amplified N-myc, histologi yang buruk, umur lebih dari 1 tahun atau ada tumor di abdomen. Pasien resiko menengah mempunyai 3-year survival rate lebih dari 80% dengan kemoterapi intensif; pada pasien resiko rendah hingga lebih dari 90% (biasanya sembuh hanya dengan operasi). Selain itu, tumor primer retroperitoneal, peningkatan rasio HVA-MVA, peningkatan serum LDH dan feritin, Diploid DNA flow cytometry dan malnutrisi juga merupakan penanda prognosis buruk.

Tumor Wilms’ (Nefroblastoma)

Sumber : Principles of Pediatric Surgery, James A. O’Neill, Jr et al.

Tumor Wilms’ adalah tumor embrional yang berasal dari ginjal. Sekitar 10% dari keganasan pediatri adalah tumor Wilms’. Kebanyakan kasus tumor Wilms’ didiagnosis pada anak umur 1-4 tahun. Tumor Wilms’ dapat ditemukan pada anak lebih tua, dan kadang ditemukan pada remaja dan dewasa muda. Walaupun tumor Wilms’ terjadi secara sporadik, isolasi gen penyebab tumor Wilms’ telah dilaporkan. Gen pertama (WT1) telah  diisolasi untuk mengetahui asosiasi perkembangan abnormal (aniridia, malformasi genitourinarius, dan retardasi mental (sindroma WAGR) dan peningkatan risiko kejadian tumor Wilms’. Gen kedua yang berhubungan dengan tumor Wilms’ adalah WT2 yang ditemukan pada kromoson 11 pada band 15. Gen WT2 juga ditemukan pada sindrom Beckwith-Widemann (sindrom pertumbuhan berlebih termasuk viseromegali, makroglosia, dan hiperinsulinemik hipoglisemia).




Manifestasi Klinis
Umur rata-rata munculnya tumor Wilms’ adalah 3 tahun. Berbeda dengan Neuroblastoma, tumor Wilms’ secara relatif tidak umum dijumpai pada anak kurang dari 3 bulan, walaupun demikian, satu pertiga dari kasus tumor Wilms’ ditemukan pada anak umur 6-12 bulan. Tumor Wilms’ biasanya muncul sebagai massa abdomen yang besar, bulat, halus,dan tidak nyeri yang sering dideteksi orang tua saat memandikan anaknya atau pada pemeriksaan rutin di dokter. Hematuria masif ditemukan pada 10-15% kasus, yang disebabkan oleh kerusakan jaringan karena membesarnya ginjal yang disebabkan oleh tumor. Massa flank bilateral kadang teraba pada tumor Wilms’ bilateral. Anorekisa, demam, dan berat badan turun terjadi pada 10-15% kasus. Peningkatan tekanan darah terjadi pada 20% kasus yang berkaitan dengan hipertensi yang diinduksi renin-angiotensin akibat kompresi aparatus jukstaglomerular oleh tumor. Kadar renin serum dapat meningkat.


Gambar 1. Massa abdomen kiri pada tumor wilm's

Evaluasi Diagnostik
Foto polos abdomen sering menunjukkan massa dengan desakan visera dan kalsifikasi (<10%). Kalsifikasi biasanya ditemukan pada lokasi perifer tumor dan menunjukkan gambaran cangkang telur dibandingkan dengan bintik kalsifikasi pada bayi dengan neuroblastoma adrenal. Ultrasonografi abdomen biasanya menunjukkan ginjal sebagai lokasi tumor primer, menentukan apakah tumor solid atau kistik (tumor Wilms’ biasanya muncul sebagai tumor solid), dan mengindikasikan ekstensi intravaskular sampai ke vena renalis, vena cava inferior, terkadang atrium kanan. CT scan menunjukkan perluasan tumor pada ginjal, sering dengan parenkim normal di sekitar margin dengan distorsi instrinsik dan displacement medial. CT scan juga digunakan untuk mengidentifikasi adanya pembesaran nodus limfoid pararenal, paracaval, dan para aorta, menentukan kemungkinan adanya tumor Wilms’ pada ginjal kontralateral, serta menentukan apakah terdapat metastase pada hepar. Foto rontgen thoraks diambil untuk menentukan adanya metastasis pulmoner. Penelitian menunjukkan tiga tempat metastase yang umum terjadi, yaitu nodus limfe lokal dan regional, paru, dan hepar. CT  scan tidak dapat menentukan resektabilitas tumor, karena resektabilitas secara akurat dieksplorasi intraoperatif.

Gambar 2. CT scan abdomen pada tumor wilm's, tampak tumor pada ginjal kiri

Staging
Staging berdasarkan  North America with Wilms’ tumor pada protokol NWTSG adalah berdasarkan staging pembedahan dan evaluasi radiografi untuk metastasis. Staging pembedahan dievaluasi berdasarkan penetrasi kapsul ginjal, keterlibatan nodus limfe, margin mikroskopik positif untuk tumor residu, dan tumor renal bilateral. Klasifikasi histologis tumor Wilms’ lebih krusial untuk menentukan prognosis  dan terapi tumor daripada staging penyakit.

Stage
Penjabaran
I
Tumor unilateral berkapsul tanpa keterlibatan kapsul atau nodus lmif yang dapat direseksi komplit tanpa keluarnya tumor
II
Tumor unilateral dengan keterlibatan kapsul renal atau lemak hilus, perlengketan ke struktur lokal, termasuk vena renalis, tanpa keterlibatan nodus limfe yang dapat direseksi komplit tanpa jeluarnya tumor
III
Tumor unilateral dengan keterlibatan nodus limfe regional, ruptur tumor peroperatif, tumor keluar secara signifikan intraoperatif, reseksi inkomplit, atau biopsi tumor ...?
IV
Metastase ke paru, tulang, otak, dan heoar dan keterlibatan nodus limfe jauh
V
Tumor renal bilateral

Teknik Operasi
Manajemen operatif tumor Wilms’ terdiri dari persiapan operasi, reseksi radikal monitor anestesi umum. Prosedur dilaksanakan dengan insisi panjang secara transversal transabdominal dua jari di atas umbilikus atau insisi torakoabdominal. Insisi memanjang dari garis midaksilaris pada sisi ipsilateral sampai garis aksila anterior pada sisi kontralateral. Insisi harus cukup besar untuk mengevaluasi kedua ginjal dan untuk mengangkat lesi tanpa rmenyebabkan tumor ruptur. Insisi pada regio flank tidak adekuat untuk mencapai tujuan ini. Sangat penting untuk mencegah pecahnya tumor karena hal tersebut meningkatkan rekurensi terjadinya tumor abdomen. Jika tumor besar dan melibatkan sisi atas ginjal dan secara signifikan mengangkat diafragma, insisi torakoabdominal dapat membantu.
Ginjal berlawanan harus dievaluasi terlebih dahulu untuk melihat kemungkinan tumor. Pada anak dengan tumor Wilms’ pada sisi kanan, fleksura hepatika, perlengketan dengan kolon kanan dan mesenterium harus dilepaskan dengan hati-hati dari permukaan tumor dan dibuang dari medial. Tumor dibebaskan secara hati-hati dari duodenum dan hepar, untuk melihat paparan vena cava intrahepar.
Jika memungkinkan, hilum ginjal kanan dikerjakan terlebih dahulu. Arteri dan vena renalis diindentifikasi, vena dipalpasi secara hati-hati untuk melihat ekstensi trombus tumor ke intravaksular, jika bebas tumor, vena dan arteri masing-masing diligasi dan dipotong. Vena dan arteri renalis proksimal diligasi dengan benang. Ligasi dini membatasi hilangnya darah selama reseksi dan secara teoritis mengurangi risiko metastasis hemotogen dan limfogen selama prosedur. Ligasi dini tidak selalu memungkinkan untuk dilakukan, dan mobilisasi tumor dapat dibutuhkan pada beberapa kasus untuk mengidentifikasi pedikel vaskular tanpa merusak organ lain. Nodus limfe pada hilum ginjal dan paraaorta ipsilateral dieksisi untuk keperluan staging.
Pada anak dengan tumor pada sisi kiri, fleksura splenikus kolon dimobilisasi, dan kolon desenden serta mesenterium dipisahkan dari tumor. Limpa dan pankreas diangkat dan diretraksi ke depan dan ke atas untuk melihat seluruh ruang retroperitoneal dan diafragma. Diseksi medial dapat memperlihatkan aorta dan vena renalis kiri dapat terlihat melewati aorta sebelum masuk ginjal. Vena renalis dipalpasi dan dievaluasi untuk ekstensi tumor intravaskular. Arteri dan vena renalis secara hati-hati diligasi dua kali dan dipotong. Tumor dibebaskan dengan mendiseksi massa keluar dari aorta. Aarteri mesenterika superior diidentifikasi dan dipertahankan. Ureter kiri dipotong dekat buli, dan diseksi diselesaikan dengan mengangkat nodus limfe paraaorta kiri dengan spesimen untuk mengevaluasi keterlibatan tumor.
Manajemen tumor Wilms’ bilateral tergantung luasnya tumor pada kedua ginjal dengan tujuan untuk mempertahankan parenkim fungsional ginjal yang bebas tumor. Prosedur harus diawali dengan biopsi bilateral untuk menentukan histologi tumor kedua ginjal. Pasien diterapi dengan kemoterapi berdasarkan histologi dan staging, serta dikaji ulang berdasarkan CT scan dengan kontras untuk mengevaluasi respon tumor dan menentukan apakah operasi kedua bermanfaat. Jika tumor bilateral menetap, kemoterapi tambahan diberikan, dan eksplorasi operatif berikutnya ditunda. Operasi ketiga dapat dibutuhkan untuk  membuang sisa tumor dan mempertahankan jaringan ginjal. Pilihan yang tersedia pada pasien langka ini hanya nefrektomi. Perawatan selanjutnya pada pasien ini adalah dialisis peritoneal atau hemodialisis dan kemoterapi kira-kira setahun setelah percobaan transplantasi ginjal.



Tatalaksana dan prognosis
Setelah dilakukan eksisi, tatalaksana selanjutnya tergantung pada staging dan histologi tumor. Hal ini juga menentukan apakah pasien tersebut menerima radiasi lokal atau tidak. Respon tumor FH dalam terapi baik, dengan hasil dari studi keempat NWTSG yang paling baru (NWTS-4) melaporkan bahwa dalam 2 tahun ini, rata-rata angka bebas relaps, yaitu stage I FH 94,9%, stage 1/anaplasia 87,5%, stage II/FH 85,9%, stage III/FH 91,1%, stage IV/FH 80,6%, dan stage I hingga IV/CCSK 84,1% (gambar 20-3).
Terapi untuk tumor UH lebih diintensifkan karena respon yang buruk terhadap standar terapi. Pada protokol saat ini, anak-anak dengan tumor anaplastik mendapatkan terapi dengan siklofospamid dan etopuside dengan alternatifnya siklofospamid, vincristine, dan doxorubicin. Hasil dari NWTS-1 dan NWTS-4 menunjukkan bahwa anak-anak dengan anaplasia yang difus memiliki harapan hidup 4 tahun dengan stadium sebagai berikut: stage II 55%, stage III 45%, stage IV 47%. Hasil studi NWTSG bahwa doxorubicin meningkatkan angka harapan hidup 6 tahun, bebas kambuh 61,5%.
Sebuah terapi alternatif pada pasien stage III dan IV, yaitu dengan kemoterapi preoperatif yang biasa digunakan di Eropa yang mengacu pada peraturan yang berkembang pada Internal Society of Pediatric Oncology. Konsepnya adalah dengan membasmi tumor, reseksi lebih mudah dan lebih aman untuk menurunkan angka kejadian ruptur saat operasi. Masalah utamanya adalah dalam mengevaluasi terdapat adanya ambiguitas dalam staging tumor.
Peran radiasi pada pasien dengan tumor Wilms’ telah berubah. Dikarenakan terjadi peningkatan efek lambat berbahaya, sepeti kardiomiopati, fibrosis paru, dan neoplasma ganas, radiasi saat ini lebih selektif diterapkan. Pasien dengan stage III dengan tumor sisa yang besar atau kecil, tumor spill intrabdominal, dan tumor yang menyebar ke regio nodus limf menerima radiasi dosis 1080 cGy. Pasien dengan keterlibatan intraperitonial yang difus, ruptur intraperitoneal preoperatif, area untuk mengkompresi abdomen secara menyeluruh beserta pelvis diberikan dosis radiasi 1050cGy.  Stage IV  dengan keterlibatan intraperitoneal diberikan dosis 1200 cGy.
Manajemen dari tumor wilm’s bilateral harus berdasarkan dua tujuan, yaitu untuk mempertahankan reseksi tumor komplit dan kedua untuk menyelamatkan parenkirm ginjal dan mencegah gagal ginjal. Rekomendasi terapi saat ini termasuk inisial biopsi bialteral, kemoterapi, radiasi, dan penundaan reseksi tumor untuk mendapatkan resolusi maksimal.