Senin, 21 September 2015

Teratoma Sakrokoksigeal

Sumber : Principles of Pediatric Surgery, James A. O’Neill, Jr et al.

Teratoma adalah suatu neoplasma yang merupakan derivat dari sel totipotensial yang terdiri dari dua atau lebih lapisan sel germinal (ektoderm, endoderm, and mesoderm). Teratoma dapat terjadi pada hampir semua organ tapi lebih sering terjadi pada lokasi garis tengah (midline) atau para-aksial serta dapat dilihat dari otak hingga koksikgeal. Tumor dapat dalam bentuk padat atau kista (terkadang bercampur), dapat juga jinak (80%) atau ganas (20%), tersering ditemukan di leher, orofaring, mediastinum anterior, retroperitoneum, serta regio gonad, presakral, dan sakrokoksigeal. Berdasarkan laporan-laporan dari pusat kesehatan anak, teratoma tersering terjadi pada masa neonatus dan lokasi tersering adalah di sakrokoksigeal.

Marker Tumor
Protein serum fetal utama adalah AFP yaitu suatu alfa-globulin. Kadar AFP sering kali meningkat pada bayi baru lahir normal dan mencapai kadar dewasa pada usia 9 bulan. Setelah 4-5 hari reseksi tumor penghasil AFP, kadar AFP kembali mendekati normal yang bertahan karena sintesis hati. Pengamatan  kadar AFP pasca operasi harus dilakukan karena berguna untuk deteksi dini rekurensi tumor. Plasenta adalah penghasil hCG normal. Hormon glikoprotein yag terdiri dari sub unit α dan β. Pengukuran immunoassay hCG subunit β lebih spesifik untuk hormon ini.

Manifestasi Klinis dan Tata Laksana
Teratoma koksigeal merupakan bentuk tumor neonatal dan teratoma tersering. Dari seluruh teratoma, 50-70% berasal dari regio koksigeal. Dimana 80% terjadi pada perempuan dan 10% berasal dari kelahiran kembar. Sebagian besar kasus baru terdiagnosis pada saat baru lahir (bulan pertama kehidupan) dan kasus lainnya biasanya terlihat saat usia 4 tahun. Teratoma dapat dideteksi dengan pemeriksaan ultrasound prenatal. Gejala klinis pada fetus dengan teratoma dapat berupa polihidramnion dan perbesaran ukuran uterus yang tidak sesuai dengan usia kehamilan.
Temuan klinis yang tinggi mortalitasnya adalah hidrops fetalis dan plasentomegali. Kedua gejala ini merupakan manifestasi dari arterivenous shunting pada tumor. Hidrops fetalis berhubungan dengan dilatasi ventrikel jantung, peningkatan aliran darah aorta, dan dilatasi vena kava inferior. Tumor diklasifikasikan menurut Altman dkk. Tumor tipe I kebanyakan eksternal, menempel pada koksik dan hanya sedikit komponen presarkal (45,8%). Tumor tipe II terdapat massa eksternal dan pemanjangan signifikan pelvis presarkal (34%). Tumor tipe III dapat dilihat dari luar tapi sebagian besar massa terdapat dalam pelvis dan intra abdomen.




Gejala
Hampir sebagian besar teratoma eksternal asimtomatis, kecuali jika massanya besar. Ruptur pada tumor dapat terjadi akibat kesulitan saat proses melahirkan. Tumor pelvis atau tumor yang meluas ke dalam ronga abdomen dapat bermanifestasi berupa ko presi rektum atau rectosigmoid dan obstruksi saluran urinariuss. Munculnya gejala disfungsi neurologi mengindikasikan perluasan tumor intraspinal atau suatu kegansan. Kelainan-kelainan lain yang berhubungan dengan tumor presarkal adalah malformasi anorektal berupa anus imperforata, stenosis anorektal, agenesis anorektal, serta adanya kelainan spinal (The Currarino triad) berupa defek sakral sentral, hemivertebrae sakral, dan meningokel sakrum dan koksikgeal.

Gambar 2. Klasifikasi teratoma sakrokoksigeal 

Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik, pemeriksaan serologi AFP dan β-hCG, dan pemeriksaan radiografi lainnya. Pemriksaan foto polos tumor dapat menujukkan suatu kalsifikasi dan pada foto lateral dapat tampak pergeseran anterior rektum oleh tumor. Sakrum dapat muncul tidak normal (hemihemivertebrae, agenesis). CT Scan pelvis dengan kontras intravena dan rektal menunjukkan pergeseran traktus urinarius atau penyumbatan dan memperlihatkan adanya tumor lebih akurat. CT scan juga dapat mengevaluasi pembesaran nodus limfe peri aorta dan menujukkan jikat terdapat metasis hati. MRI bermanfaat untuk diagnostik pada kasus abnormalitas sakral vertebrae atau tumor yang meluas sampai medula spinalis. Rontgen thoraks dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan metastasi paru. Diagnosis banding tumor sakrokoksigeal termasuk limfomeningokel, limfoma, kordoma, duplikasi rektal, dan kista epideroid. Neuroblastoma juga dapat muncul pada area pre sakral.

Tatalaksana
Pilihan terapi untuk teratoma sakrokoksigeal adalah reseksi komplit. Variasi  pendekatan operatif tergantung pada luas tumor. Pendekatan sakral posterior dibutuhkan untuk lesi tipe I dan II, dimana prosedur abdominosakral kombinasi dibutuhkan untuk tumor tipe III dan IV kecuali untuk kasus darurat yang sangat jarang yang berhubungan dengan ruptur tumor, perdarahan eksternal, shunting intra tumor atau perdarahan yang dapat mempengaruhi hemodinamik neonatus dengan sangat buruk. Tumor dapat direseksi dengan operasi elektif pada minggu pertama kehidupan.
Pada pasien dengan tumor eksternal, prosedur dilakukan dengan posisi pronasi (knee chest) dengan bantuan pinggul dan bahu supaya ekspansi dada anterior adekuat selama anastesi. Prosedur dilaksanakan dengan insisi chevron terbalik (inverted chevron) dengan apeks di posisikan di atas dasar teratoma. Insisi memungkinkan paparan yang sangat baik dan memungkinkan penutupan luka jauh dari orifisium anal. Setelah mengangkat kulit dari tumor, otot rekto rektal yang telah dilemaskan harus diidentifikasi secara hati-hati. Massa diimobilisasi dekat dengan kapsulnya dan hemostasis dijaga dengan elektrokauter. Pembuluh darah utama pada tumor biasanya berkembang dari arteri primitif mid-sakral atau dari arteri cabang hipogastrik. Setelah pemisahan koksik dari sakrum, pembuluh dapat diobservasi melewati ruang pre sakral anterior ke koksikgeal. Pada lesi dengan vaskularisasi yang banyak, ligasi pembuluh trans abdominal atau oklusi vaskluar sementara pada aorta bagian bawah disebutkan dapat mengurangi perdarahan selama diseksi pre sakral dan pelvis. Otot recto-rectal disambung kembali dan otot levator disambung ke bagian superior untuk menaikkan dan menunjang rektum. Kateter suction kecil dipasang pada ruang rekto rektal dan pre sakral dan ditempatkan di bagian lateral luka. Luka ditutp lapis demi lapis dengan jahitan interrupted yang dapat diserap. Penutup diletakkan di atas luka untuk menghindari kontaminasi feses. Pasien tetap dalam posisi telungkup selama beberapa hari untuk mempertahankan kebersihan luka. Pada bayi dengan tumor sakrokoksigeal tipe III dan IV kombinasi prosedur abdominal dan perineal dilaksanakan. Dimulai dari insisi laparotomi transversal pada abdomen bawah untuk memobilisasi seluruh bagian tumor yang ada di abdomen dan untuk mengontrol suplai darah. Luka abdomen ditutup dan pasien dibalikkan dan diposisikan pada posisi telungkup untuk prosedur bagian sakral.
Komplikasi tersering dari insisi teratoma sakrokoksigeal adalah perdarahan intra operatif. Reseksi teratoma dengan perluasan intra pelvis dan intra peritoneal berhubungan dengan retensi urine temporer atau persiten pada periode post operatif dengan kesulitan menahan buang air besar. Penyebab utama mortalitas adalah syok hemoragik.

Terapi Adjuvan

Hampir seluruh teratoma sakrokoksigeal pada bayi baru lahir adalah teratoma benigna (97%) dan membutuhkan terapi lain setelah reseksi komplit. pada saat ini angka harapan hidup >95% pasien dimonitor secara periodik dengan menggunakan kadar AFP, foto thoraks, dan pemeriksaan fisik teliti dengan pemeriksaan yang dipusatkan pada anus.Pada kasus yang sangat jarang tumor jinak yang sudah direseksi atau diangkat dapat berhubungan dapat menjadi keganasan berulang.. Insiden keganasan pada lesi sakrokoksigeal adalah 20% dan termasuk karsinoma embrional tumor sinus endodermal, tumor sel germinal, dan koriokarsinoma. Tumor ganas diterapi dengan kemoterapi adjuvan. Obat kemo neoplastik yang paling aktif adalah cisplastin, bleomisin, dan vinblastin. Walaupun teratoma ganas memiliki prognosis buruk pada masa lalu laporan terkini menyebutkan harapan hidup setelah pemberian kemoterapi intensif. Setelah spesimen biopsi diambil untuk menentukan keganasan, pasien diterapi dengan kemoterapi kombinasi. Kadar AFP, CT Scan dan Rontgen thoraks dimonitor ketat jika respon tumor baik, reseksi tumor dapat dicoba. Reseksi komplit mungkin dilakukan setelah kemoterapi, gambaran histologis tumor sering menjadi teratoma benigna menggambarkan hasil destruksi komponen maligna dari kemoterapi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar